KAMPUS Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menjadi sorotan pasca menerbitkan surat pernyataan bagi para calon wisudawan yang akan diwisuda bulan Agustus 2025 ini. Surat pernyataan yang diunggah di media sosial mahasiswa @unybergerak mendapat sorotan miring karena isinya dinilai telah membungkam kebebasan berpendapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat pernyataan bermeterai itu, calon wisudawan disodori tiga poin yang wajib dipatuhi. Pertama, calon wisudawan sanggup dan bersedia menunggu proses penerbitan ijazah sesuai ketentuan yang berlaku. Kedua, tidak mempermasalahkan keterlambatan pemrosesan ijazah jika masih dalam proses di PDDIKTI (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi) Kementerian Pendidikan Tinggi.
Ketiga, tidak akan berkomentar atau membuat pernyataan apa pun terkait pemrosesan ijazah yang disebarkan di berbagai media massa dan media sosial. Di akhir surat pernyataan itu tertulis, "Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak mana pun, serta sanggup menanggung risiko berupa sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan apabila saya melakukan pelanggaran atas pernyataan ini."
Pasca beredar di media sosial, surat itu pun menjadi sorotan tajam. Sebagian pengguna internet menuding UNY telah menjadi kampus yang tak demokratis dan membungkam mahasiswa.
Merespon hal itu, UNY buka suara. "Surat (pernyataan) itu sudah direvisi karena ada kesalahan redaksional," kata Wakil Rektor Bidang Akademik UNY Nur Hidayanto Pancoro Setyo Putro, Selasa, 12 Agustus 2025.
Nur berdalih, jika surat pernyataan itu awalnya dibuat oleh layanan bagian hukum hingga mengakibatkan naskah redaksionalnya cenderung kaku dan telah menimbulkan persepsi negatif. Sehingga, akhirnya surat itu diputuskan untuk direvisi dengan bahasa yang dianggap lebih persuasif dengan menghilangkan tiga poin pernyataan yang menjadi sorotan.
Pada surat pernyataan yang baru, kalimatnya berubah menjadi "(Calon wisudawan) bersedia mengikuti wisuda di bulan Agustus tahun 2025 ini dengan konsekuensi tidak menuntut ijazah sesegera mungkin karena ijazah masih dalam proses di PDDIKTI. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak mana pun"
Nur lantas membeberkan penyebab kampus perlu menerbitkan surat pernyataan yang akhirnya menjadi kontroversi itu. Hal ini salah satunya dilatari karena saat ini masih ada 2.900 lebih ijazah wisudawan bulan Februari dan Mei yang belum juga keluar. Apalagi yang wisuda Agustus.
Ia menduga, keterlambatan terbitnya ijazah ini karena faktor eksternal seperti transisi kurikulum serta sinkronisasi data yang memicu terjadinya banyak antrean ijazah. Baik di lingkup internal kampus maupun di PDDIKTI.
Melalui surat pernyataan itu, kata Nur, sebenarnya kampus berupaya mempercepat ijazah calon wisudawan untuk keluar. Namun ternyata, untuk cepat atau lambatnya ijazah itu keluar, ada faktor di luar kendali kampus yang menghambat.
"Dengan keadaan PDDIKTI dan PISN (Penomoran Ijazah dan Sertifikat Nasional) yang mungkin sedang maintenance, itu agak sulit PISN keluar dalam waktu seminggu," kata dia.
"Ini saja sudah seminggu mati, (sistem) di PDDIKTI kadang 10 hari mati, jadi ada faktor internal eksternal, kami tidak bisa mengontrol sistem di Jakarta," imbuhnya.
Nur mengatakan, sebenarnya melalui surat itu, UNY mencoba memfasilitasi mahasiswanya yang sudah selesai kuliah dan ujian bisa lebih cepat wisuda. Ketika di sejumlah kampus lain calon wisudawan baru bisa wisuda setelah datanya masuk PDDIKTI dan ijazahnya turun.
"Kalau di UNY, kami coba membantu (percepat) agar mahasiswa tidak harus bayar UKT (uang kuliah tunggal) semester berikutnya lagi, kalau habis studi lalu ujian (skripsi) hari ini, besoknya boleh yudisium dan dua minggu kemudian bisa wisuda, hal ini tidak terjadi di kampus lain," kata dia.
Nur menuturkan, sebenarnya UNY pun bisa ikut mengambil kebijakan hanya mahasiswa yang ijazahnya turun bisa ikut wisuda. Namun, dampaknya mahasiswa harus membayar semesteran lagi.
Selain itu, dengan surat pernyataan itu, kampus berharap tidak ada mahasiswa yang terdampak kebijakan drop out atau DO. Sebab masih ada mahasiswa angkatan 2018 yang jika tidak yudisium pada Juli 2025 lalu atau setelah tujuh tahun masa kuliah, maka akan terkena kebijakan DO itu.
"Sehingga surat pernyataan itu pun dibuat sebagai pilihan, terutama bagi mahasiswa yang ingin wisuda lebih awal," kata dia.
Pilihan yang dimaksud, jika mahasiswa mau ikut wisuda sebelum ijazah keluar maka bisa mengisi surat pernyataan itu. "Jika tidak mau ikut wisuda lebih awal sebenarnya juga tidak masalah, tidak perlu mengisi surat pernyataan itu," kata dia.