
DIREKTUR Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan pemberian tunjangan khusus kepada dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter gigi subspesialis di DTPK (daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan), perlu diatur secara bijak.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2025 diatur jumlah tunjangan sekitar Rp30 juta. Menurut Tjandra itu mungkin belum memadai apalagi kalau daerahnya benar-benar amat terpencil dan dengan berbagai tantangannya. Atau juga ada yang mempertanyakan bagaimana tentang tenaga kesehatan lain yang bekerja juga di tempat DTPK yang sama.
"Apa bukannya baiknya mereka dapat tambahan tunjangan khusus juga, apalagi kita tahu bahwa dokter spesialis tidak mungkin bekerja sendiri dan harus dalam satu team bersama petugas lainnya," kata Prof Tjandra dalam keterangannya, Kamis (7/8).
Tetapi bagaimanapun juga, menurutnya masyarakat patut berterimakasih atas Peraturan Presiden tentang tunjangan khusus dokter spesialis ini, yang menunjukkan perhatian dan keberpihakan pemerintah bagi kerja teman-teman dokter spesialis di DTPK.
Catatan selanjutnya, dalam kerja dokter, dokter gigi spesialis, dan subspesialis sehari-hari memerlukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Selain alat-alat yang khusus dan spesifik maka juga perlu dukungan dan jaminan aliran listrik yang memadai misalnya, beberapa alat mungkin akan rusak kalau AC tidak memadai. Bukan tidak mungkin juga akan diperlukan jaringan internet yang baik.
"Kalau alat ada yang perlu pemeliharaan rutin dan atau perbaikan maka juga perlu ada dukungan teknologi dan perusahaan pemasok sampai ke daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan ini. Tanpa team yang lengkap dan alat memadai maka tugas dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis tidaklah akan optimal guna melayani masyarakat," ujarnya.
Di sisi lain, jaringan listrik dan internet juga amat diperlukan agar para dokter, dokter gigi, spesialis dan subspesialis dapat tetap mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dari waktu ke waktu, yang selalu berkembang dengan pesat, dengan mengikuti jurnal ilmiah terbaru.
Kemudian para dokter disebutkan mendapatkan kesempatan pelatihan berjenjang dan pembinaan karier. Tentu akan baik agar ada semacam kejelasan tentang berapa lama seorang dokter spesialis akan bekerja di DTPK, apakah akan selamanya di sana sampai pensiun atau akan ada semacam rotasi sesudah sekian tahun misalnya.
Adjunct Professor Griffith University, Australia itu juga menekankan jika memang ada rencana rotasi maka akan baik kalau sistem sudah di atur dengan jelas, supaya pada dokter spesialis atau subspesialis ini sejak awal bekerja sudah lebih tenang tentang kepastian masa depannya.
Catatan terakhir yakni harus diakui juga bahwa pada dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis yang punya anak tentu ingin anak-anaknya mendapat sekolah dan pendidikan yang baik.
"Kita tahu bahwa untuk masuk Universitas misalnya maka diperlukan mutu pendidikan SLTA yang baik, tentu juga pendidikan SLTP dan SD nya. Nah, kalau orang tuanya yang menjadi dokter/dokter gigi spesialis dan subspesialis yang kerja dan tinggal di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, maka tentu perlu dipikirkan bagaimana pendidikan anak-anak mereka," pungkasnya. (H-4)