
Perundingan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China hingga kini masih berlangsung. Di sela pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di Skotlandia, Presiden Donald Trump mengungkapkan ingin agar China segera membuka negaranya demi berdagang dengan AS.
"Saya ingin melihat China membuka negara mereka," kata Trump, dikutip dari Reuters, Selasa (29/7).
Trump kemudian mengungkap keinginannya untuk mengunjungi China dan bertemu Presiden Xi Jinping. Dalam tulisannya di Truth Social, Trump mengungkapkan tidak mengincar pertemuan tingkat tinggi dengan Xi.
"Saya mungkin akan ke China, tapi hanya atas undangan Presiden Xi, yang telah diperpanjang. Jika tidak, saya tidak tertarik," kata Trump.
Sementara itu, perundingan tarif antara AS dan China berlangsung di Stcokholm, Swedia. Perundingan yang berlangsung pada Senin (28/7) selama lebih 5 jam itu bertujuan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi yang telah berlangsung lama antara kedua negara.
Tim perundingan AS yang diketuai Menteri Keuangan Scott Bessent. Sementara pihak China diwakili oleh Wakil Perdana Menteri He Lifeng.

Tanpa kesepakatan kedua negara, rantai pasok global akan menghadapi gejolak baru akibat tarif AS yang dapat mengakibatkan embargo perdagangan bilateral.
Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, mengatakan tidak mengharapkan semacam terobosan besar dalam perundingan yang berlangsung di Stockholm.
"Apa yang saya harapkan adalah pemantauan dan pengecekan berkelanjutan atas implementasi perjanjian kita sejauh ini, memastikan bahwa mineral-mineral penting mengalir antara kedua pihak dan menyiapkan landasan bagi peningkatan perdagangan dan perdagangan yang seimbang di masa depan," kata Greer dalam wawancara dengan NBC.
Lebih lanjut, Financial Times melaporkan bahwa AS menghentikan sementara pembatasan ekspor teknologi ke China untuk menghindari gangguan dalam perundingan dagang dengan Beijing, dan mendukung upaya Trump yang ingin bertemu dengan Xi tahun ini.
Tapi, senator dari Republik dan Demokrat di AS minggu ini berencana untuk mengajukan RUU yang menargetkan China atas perlakuannya terhadap kelompok minoritas, pembangkang dan Taiwan, dengan penekanan pada keamanan dan hak asasi manusia. Pengajuan RUU itu dinilai dapat mempersulit perundingan di Stockholm.