REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budaya Ibu Kota selalu punya cara untuk mengekspresikan dirinya. Di tengah gemerlap kota yang terus berlari menuju modernitas, sekelompok perempuan memilih untuk berhenti sejenak, menengok akar budaya, lalu menghadirkannya kembali dengan cara yang elegan.
Sejak berabad lalu, Betawi telah menjadi rumah akulturasi—Tionghoa, Arab, hingga Eropa—semua berpadu membentuk identitas Jakarta.
Pada 21 Agustus, Balai Kota DKI Jakarta menjadi panggung pertemuan antara tradisi dan modernitas. Di bawah kepemimpinan Happy Djarot, komunitas Kebaya Jakarta menampilkan sebuah pergelaran busana yang tidak sekadar memamerkan kain, tetapi juga menghidupkan kembali cerita lama tentang siapa orang Betawi dan bagaimana mereka membentuk identitas kota.
Di balik gemerlap lampu, ada sosok desainer Eni Joe yang membawa karya penuh makna. Koleksi kebaya kreasinya memadukan batik Betawi dengan sentuhan Eropa. Hasilnya, sebuah pernyataan visual bahwa budaya bukanlah sesuatu yang beku, melainkan terus bergerak dan berdialog dengan zaman.
“Betawi itu lahir dari pertemuan budaya. Dari Arab, Tionghoa, hingga Eropa. Saya ingin menunjukkan wajah Jakarta yang terbuka, yang bisa merangkul semua,” ujar Eni Joe.
Acara yang didukung penuh oleh Pemprov DKI ini mendapat sorotan khusus. Dewi Soekarno, istri Wakil Gubernur Rano Karno, hadir sebagai penasihat komunitas Kebaya Jakarta sementara Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, membuka pergelaran tersebut dengan simbol dukungan nyata terhadap pelestarian budaya lokal.
Lebih dari sekadar peragaan, momen ini menjadi ruang perjumpaan. Kebaya tidak hanya menampilkan keanggunan perempuan, tetapi juga menyampaikan pesan: bahwa warisan leluhur tetap hidup bila terus dipakai, dirayakan, dan diberi napas baru. Chuchu Liu, Titi Rungkat, Ervi Meirzani sebagai muse di show Eni Joe ini
Jakarta mungkin kini dipenuhi gedung tinggi, jalan tol layang, dan hiruk-pikuk kendaraan. Namun malam itu, di Balai Kota, kota ini kembali ke dirinya yang paling murni—sebagai panggung pertemuan dunia, tempat di mana tradisi dan inovasi saling berpelukan.
sumber : Antara