
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan kerangka kesepakatan dagang antara AS dan China telah rampung. Beijing sepakat untuk memasok tanah jarang dan magnet secara Up Front (di awal) ke AS.
Sementara AS akan mengizinkan mahasiswa asal China kembali masuk ke perguruan tinggi dan universitas di negaranya.
Mengutip Bloomberg, Kamis (12/6), Trump menyampaikan kedua negara akan mempertahankan tarif impor pada level yang lebih rendah dibanding sebelumnya, setelah tercapainya kesepakatan dagang di London pada pekan ini.
Namun, tarif tersebut tetap lebih tinggi dibanding saat awal masa jabatan Trump. Ia juga mengatakan bahwa kesepakatan ini masih menunggu persetujuan akhir bersama Presiden China Xi Jinping.
"Kesepakatan kita dengan China telah selesai, tunduk pada persetujuan akhir dengan Presiden XI dan saya. Kita mendapatkan total tarif 55 persen, China mendapatkan 10 persen. Hubungannya sangat baik," tulis Trump.
Meski begitu, setelah berbulan-bulan ketegangan antara Washington dan Beijing, masih belum jelas apakah putaran terbaru dari negosiasi ini benar-benar membawa kemajuan signifikan atau sekadar pernyataan politik tanpa substansi baru.

Neo Wang, analis makro China dari Evercore ISI, mengatakan Trump menyampaikan kondisi tarif saat ini dengan cara yang menyesatkan agar terlihat seperti berada di posisi menang.
Pernyataan Trump juga memicu tanda tanya baru mengenai detail kesepakatan yang dicapai oleh tim negosiasi AS dan China pada hari Selasa (10/6). Reaksi pasar pun cenderung campur aduk, dengan indeks saham AS bergerak fluktuatif sepanjang hari Rabu setelah pernyataan Trump dan pejabat pemerintahannya.
Dalam unggahan media sosialnya, Trump menambahkan bahwa ia dan Xi akan bekerja sama secara erat untuk membuka pasar China bagi perdagangan Amerika. Trump menyebutnya sebagai “Win” besar bagi kedua negara.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa ia memperkirakan kesepakatan final akan selesai dalam beberapa hari ke depan, namun tidak akan dipublikasikan secara tertulis.
Trump juga mengindikasikan bahwa China mungkin harus kembali mengekspor tanah jarang sebelum AS mencabut pembatasan ekspor teknologi penting. Hal ini menimbulkan keraguan apakah Beijing dapat menegosiasikan kembali tingkat tarif yang berlaku saat ini.
"Mereka akan segera menyetujui semua aplikasi magnet dari perusahaan-perusahaan Amerika Serikat,” ujar Lutnick.
Sejumlah pemasok China untuk perusahaan AS diketahui telah menerima lisensi ekspor tanah jarang untuk jangka waktu enam bulan, namun masih ada ketidakpastian terkait banyaknya permohonan lain yang belum diproses.
Menurut Kamar Dagang AS di China, Beijing memberikan batas waktu enam bulan untuk mempertahankan pengaruh jika ketegangan dagang kembali meningkat.
Kata seorang pejabat Gedung Putih, angka tarif yang disebut Trump terdiri dari bea masuk dasar 10 persen, tambahan 20 persen terkait perdagangan fentanil, dan sekitar 25 persen dari tarif sebelumnya serta tarif negara paling disukai (MFN). Namun, total pasti dari tarif tersebut masih belum jelas.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan China belum memberikan komentar resmi.
Sebelumnya, kesepakatan AS-China tercapai pada hari Selasa (10/6) setelah negosiasi maraton selama dua hari, yang bertujuan untuk mengimplementasikan jeda tarif yang disepakati bulan lalu di Jenewa.
Investor memantau ketat hasil pertemuan ini, karena khawatir ketegangan yang terus berlanjut bisa memicu kembali perang dagang terbuka antara dua kekuatan ekonomi dunia itu.
Namun, pada akhir negosiasi di London, rincian dari kesepakatan masih minim. Trump pun bergerak cepat untuk mengisi kekosongan informasi tersebut dengan pernyataan publik.
"Magnet lengkap dan segala tanah langka yang diperlukan akan disediakan, di muka, oleh China. Demikian, kami akan menyediakan kepada China apa yang telah disetujui, termasuk mahasiswa China yang menggunakan perguruan tinggi dan universitas kami," jelas Trump.
Pertemuan di London berlangsung mendadak, menyusul percakapan telepon antara Trump dan Xi pekan lalu, setelah kedua negara saling menuduh telah melanggar kesepakatan Jenewa.

AS menuduh China menahan pengiriman magnet, sementara Beijing menyoroti kemarahan atas pembatasan baru pemerintah Trump terhadap perangkat lunak desain chip, mesin jet, dan visa pelajar.
Perselisihan ini menunjukkan pentingnya kontrol ekspor dalam persaingan ekonomi antara AS dan China. China saat ini mendominasi pasar global tanah jarang yang penting untuk produksi pertahanan dan kendaraan listrik, sementara Beijing juga sangat membutuhkan chip canggih untuk mendukung ambisi kecerdasan buatan (AI) mereka.
Berdasarkan kesepakatan terbaru, China akan mempercepat pengiriman tanah jarang yang krusial bagi industri otomotif dan pertahanan AS.
Kata Lutnick, sebagai gantinya, Washington setuju untuk melonggarkan sebagian kontrol ekspor mereka. Namun, pembatasan terhadap chip paling canggih akan tetap diberlakukan.
“Sangat jelas bahwa kami bersaing dengan China dalam perlombaan AI. Kami tidak akan memberikan chip terbaik kami kepada mereka, dan tentu saja mereka menginginkannya," jelas Lutnick.
Lutnick menambahkan pembatasan terhadap komponen seperti bagian pesawat dan etana yang baru-baru ini diberlakukan AS bertujuan untuk memberi tekanan dalam negosiasi.
"Ketika mereka mengeluarkan kartu magnet tanah jarang ini, kami memasukkan kartu kami yang bertuliskan, ‘lihat, Anda tidak bisa melakukan itu ke Amerika.’ Jika Anda ingin mengganggu kami, Amerika Serikat di bawah Donald Trump cukup kuat untuk mengganggu Anda kembali dengan cara yang sama,” lanjut Lutnick.