
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berharap dapat memperluas penyerapan produk aluminium di dalam negeri, usai Presiden AS Donald Trump berencana menerapkan tarif 50 persen untuk impor baja dan aluminium.
Direktur Utama Inalum, Melati Sarnita, mengatakan perusahaan meminta dukungan pemerintah terkait regulasi importasi, untuk mendorong penguatan penyerapan produk di dalam negeri pasca penerapan tarif Trump.
"Ini memang kami harapkan kita bisa mendapatkan market pengganti di domestik, karena memang kita itu aslinya produk kita itu semi-finished, produk kita itu kemudian dibeli oleh industri nasional, kemudian mereka membuat produk jadi," kata Melati saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR, Rabu (16/7).
Dengan adanya tarif impor Trump, Melati memperkirakan produsen hilir aluminium kehilangan pangsa pasar sebesar 30 ribu ton per tahun. Dia berharap pasar yang hilang tersebut bisa diatasi dengan regulasi importasi.
"Harapan kami dengan penggalakan regulasi importasi ini, mungkin bisa membantu para produser hilir ini bisa mendapatkan pasar pengganti di dalam negeri, at least sepadan dengan angka yang hilang ketika implementasi dari penerapan tarif Trump ini," jelas Melati.

Melati menjelaskan perusahaan kini hanya menguasai 46 persen pangsa pasar domestik, sementara sisanya dikuasai oleh aluminium impor. Dia berharap angka tersebut bisa naik menjadi 48 persen pada tahun ini.
"Saat ini di market domestik market share kita itu masih di 46 persen, target kita sendiri tahun ini kita harus bisa menaikkan itu ke 48 persen," ungkap Melati.
Melati memperkirakan permintaan domestik aluminium dalam 30 tahun mendatang bisa naik sekitar 600 persen, terutama didorong oleh transisi energi melalui Energi Baru Terbarukan (EBT), sebab dalam setiap 1 megawatt (MW) solar panel memerlukan aluminium sekitar 21 ton.
Kemudian, perusahaan juga melihat pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik, di mana 18 persen dari bobot battery pack berbahan dasar aluminium.
"Ke depannya kami hybrid dengan rencana konkret untuk bisa mengurangi ketergantungan impor tersebut dan dapat menciptakan rantai pasok aluminium yang lebih memiliki dan juga terintegrasi," tutur Melati.
Sebelumnya, Trump mengumumkan kebijakan baru terkait penggandaan tarif baja dan aluminium secara global menjadi 50 persen pada Jumat (30/5).
Dalam sebuah kampanye di Pennsylvania untuk mempromosikan 'kemitraan' antara Nippon Steel dari Jepang dan U.S. Steel, ia mengumumkan AS akan menggandakan tarif baja yang berlaku mulai pekan depan. Ia mengatakan kebijakan ini “akan semakin memperkuat industri baja di Amerika Serikat.”
Selanjutnya, melalui unggahan di Truth Social, ia juga mengumumkan bahwa tarif aluminium akan digandakan menjadi 50 persen pada hari Rabu.