Tasrifsalawa
Info Terkini | 2025-08-30 13:34:00

Makassar, 30 Agustus 2025 – Demonstrasi di Makassar berujung chaos dengan pembakaran Gedung DPRD Kota Makassar pada Jumat malam, 29 Agustus 2025. Aksi yang dipicu kematian tragis Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta, serta kemarahan terhadap tunjangan DPR Rp50 juta per bulan, berubah menjadi tindakan anarkis. Empat orang meninggal dunia, termasuk staf DPRD dan pegawai kecamatan, puluhan lainnya luka-luka, dan fasilitas publik seperti gedung DPRD, kendaraan, hingga pos polisi porak-poranda. Tragedi ini mencerminkan kemarahan masyarakat yang mendalam, namun juga menunjukkan bahwa kekerasan bukan jalan keluar. Apa yang salah, dan bagaimana mencegahnya di masa depan?
Demonstrasi yang awalnya bertujuan menyuarakan keadilan berubah menjadi aksi destruktif. Massa membakar gedung DPRD, menghancurkan kendaraan, termasuk milik awak media, dan merusak pos polisi. Sorakan “revolusi” menggema, namun tindakan ini justru mengaburkan pesan utama dan menimbulkan kerugian besar. Empat korban jiwa, termasuk mereka yang tidak terlibat langsung, menjadi harga mahal dari eskalasi ini. Ketiadaan aparat keamanan di lokasi saat situasi memanas memperparah kondisi, memungkinkan massa bertindak tanpa kendali.Kemarahan masyarakat dipicu oleh dua isu utama: kematian Affan Kurniawan yang menimbulkan persepsi tindakan represif aparat, dan tunjangan DPR yang dianggap tidak sensitif di tengah kesulitan ekonomi rakyat. Meskipun Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa tunjangan Rp50 juta hanya berlaku hingga Oktober 2025, komunikasi yang buruk memicu miskomunikasi, menambah ketegangan.
Tragedi Makassar menunjukkan perlunya pendekatan baru dalam menyelesaikan konflik sosial. Pertama, pemerintah dan DPR harus membuka dialog terbuka dengan masyarakat melalui audiensi publik untuk mendengar keluhan dan menjelaskan kebijakan secara transparan. Kedua, aparat keamanan perlu dilatih untuk menangani demonstrasi secara humanis dan meningkatkan koordinasi agar tidak terjadi kekosongan pengamanan. Ketiga, edukasi tentang demonstrasi damai harus digalakkan oleh organisasi masyarakat sipil dan kampus untuk mencegah tindakan anarkis. Selain itu, DPR perlu lebih transparan dalam menjelaskan kebijakan seperti tunjangan anggota melalui saluran resmi. Penegakan hukum juga harus dilakukan secara adil, termasuk penyelidikan transparan atas kematian Affan Kurniawan dan hukuman bagi pelaku tindakan anarkis tanpa kekerasan berlebihan. Yang terpenting, pemerintah harus mengatasi akar masalah, yaitu kesenjangan sosial, melalui kebijakan pro-rakyat seperti perumahan murah dan kenaikan upah.
Demonstrasi adalah hak demokrasi, tetapi tragedi Makassar menunjukkan bahwa kekerasan hanya memperburuk situasi. Dengan dialog, transparansi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk mencegah eskalasi serupa dan membangun demokrasi yang lebih konstruktif. Tragedi ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk menyuarakan aspirasi tanpa merenggut nyawa dan merusak fasilitas publik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.