
Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menyebut bahwa persidangan perkara yang menjeratnya sebagai terdakwa ibarat sebuah perang.
Hal itu disampaikan Tom saat membacakan duplik atau jawaban atas tanggapan terhadap replik jaksa, dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/7).
Dalam dupliknya, Tom melihat adanya saling debat dan bantah antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasihat hukumnya selama proses persidangan perkaranya bergulir.
"Yang saya amati, pertarungan ini benar-benar seperti perang, dengan rudal dan roket tuduhan, bantahan, kesaksian, serta keterangan, pro dan kontra, yang diluncurkan ke dalam medan pertempuran," kata Tom dalam persidangan.
Tom pun menilai suasana saling berdebat yang dilihatnya itu selama persidangan dengan menggunakan istilah 'The Fog of War'.
"Benar-benar 'all hands on deck', semua pihak mengerahkan semua sumber daya, demi kemenangan. Tepat banget istilah 'kabut dan asap peperangan', atau maaf dalam bahasa Inggris 'The Fog of War'," ucap dia.
Tom memaklumi masing-masing pihak baik jaksa maupun penasihat hukum berjuang sekeras-kerasnya untuk memenangi pertarungan. Ia pun mengingatkan untuk tiap pihak mengambil jeda sejenak.
"Supaya debu, abu, kabut dan asap dari peperangan dalam persidangan, dapat mengendap. Sehingga, udara kembali jernih dan suasana dapat kembali hening," tutur Tom.
"Sehingga, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan, dapat merenungkan perkara ini dengan pikiran, hati, dan jiwa yang juga tenang dan jernih," imbuh dia.
Menurut Tom, pengambilan keputusan dalam suasana tenang dan jernih akan dapat menghasilkan putusan yang berprinsip pada keadilan.
"Karena kalau masih tetap suasana abu, debu, asap, kabut, dan berisik, maka akan sulit untuk dapat mewujudkan keadilan melalui proses nurani yang tenang dan dalam," ujar dia.
Lantas, apa makna 'The Fog of War' tersebut?
Istilah "fog of war" atau "kabut perang" merupakan metafora dalam strategi militer. Merujuk pada kondisi ketidakpastian dan kebingungan yang dialami oleh mereka yang terlibat dalam operasi militer. Ketidakpastian dan kebingungan itu lantaran karena kurang jelasnya informasi.
Dihimpun dari berbagai sumber, istilah frasa 'The Fog of War' atau kabut dalam peperangan ini pertama kali digunakan oleh Carl von Clausewitz. Dia adalah seorang jenderal Rusia dan ahli strategi militer yang bertempur dalam Perang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon.
Frasa tersebut digunakan dalam bukunya berjudul 'On War' yang terbit pada abad ke-19. Ia menggunakan istilah ini untuk menggambarkan ketidakpastian dan kebingungan yang terjadi dalam medan perang, yang menghalangi komandan untuk membuat keputusan yang tepat.
'The Fog of War' kemudian dipakai sebagai judul film dokumenter yang rilis pada 2003. Film itu disutradarai oleh Errol Morris. Film itu menceritakan tentang pemikiran Robert S. McNamara, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) kedelapan yang menjabat pada periode 1961–1968. Ia terkenal karena perannya dalam Perang Vietnam.
Film ini mengulas pemikiran McNamara tentang perang, termasuk bagaimana keputusan dibuat dalam situasi konflik, serta pelajaran yang ia dapatkan dari pengalaman di Perang Vietnam.
Pelajaran dari McNamara dalam film itu kemudian ditulis dalam sebuah buku oleh James G. Blight dan Janet M. Lang. Buku itu diterbitkan pada 2005 dengan judul The Fog of War: Lessons from the Life of Robert S. McNamara.
Dalam buku yang ditulis Blight dan Lang itu, berisikan pelajaran dari kehidupan McNamara selama jadi Menhan AS, dari berakhirnya Perang Dunia I, hingga Perang Dunia II, perkembangan Perang Dingin di Kuba, dan Vietnam.
Buku itu juga berisikan transkrip film 'The Fog of War', yang dipadukan dengan dokumen, dialog, dan esai terkait pelajaran yang dapat diperoleh dari situasi perang.