CEO Meta, Mark Zuckerberg, rela menggelontorkan 100 juta dolar AS (sekitar Rp 1,6 triliun) untuk menggaet ilmuwan terbaik di bidang kecerdasan buatan (AI), termasuk membajak peneliti AI dari perusahaan rival. Namun, tidak semua pemimpin teknologi setuju dengan strategi tersebut.
Salah satu yang enggan mengikuti jejak Zuckerberg adalah Lisa Su, CEO AMD. Ia menegaskan bahwa keberhasilan menarik talenta terbaik bukan hanya perkara uang.
"Saya pikir persaingan untuk mendapatkan talenta sangat ketat," kata Su dalam wawancara dengan Wired. "Saya percaya uang itu penting, tapi sejujurnya, uang bukanlah hal terpenting ketika Anda mencoba menarik talenta."
Su ingin calon karyawan AMD tertarik dengan gagasan untuk menjadi bagian dari kebangkitan pesat perusahaan dan memberi dampak pada masa depan teknologi. Ia juga menilai tawaran fantastis semacam 100 juta dolar AS bisa menimbulkan ketidakadilan terhadap karyawan lama yang telah bekerja keras.
Sikap serupa juga datang dari Dario Amodei, CEO Anthropic. Dalam podcast Big Technology, ia menegaskan bahwa menawarkan kompensasi sembarangan justru berpotensi merusak budaya perusahaan.
"Saya pikir apa yang mereka coba lakukan adalah membeli sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dibeli, yaitu keselarasan dengan misi. Menurut saya, ada efek seleksi di sini," ujar Amodei, mengutip Fortune. "Apakah mereka mendapatkan orang-orang yang paling antusias, yang paling selaras dengan misi, yang paling bersemangat?"
Meski Zuckerberg dilaporkan berhasil membajak setidaknya tujuh talenta AI dari perusahaan lain, termasuk OpenAI, Amodei menyebut sebagian besar karyawannya menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Data menunjukkan, Anthropic mencatat tingkat retensi karyawan 80% dalam dua tahun terakhir, lebih tinggi dari Meta yang hanya 64%.