Tobas: Putusan MK Pisahkan Pemilu Bikin Krisis Konstitusi, Dilematis, Problem

1 month ago 6
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Eks Hakim MK Patrialis Akbar mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Foto: Youtube/ TV ParlemenEks Hakim MK Patrialis Akbar mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Foto: Youtube/ TV Parlemen

Komisi III mengundang sejumlah narasumber dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait putusan MK yang memisahkan pemilu. Salah satu yang dihadirkan, yakni advokat sekaligus politikus Partai NasDem Taufik Basari.

Taufik menilai, putusan MK terkait pemisahan Pileg DPRD-Pilkada malah menimbulkan masalah baru. Bahkan bisa jadi dilematis bagi DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang.

Dalam putusan MK, Pileg DPRD provinsi/kota/kabupaten dan pilkada dilaksanakan paling cepat 2 tahun atau paling lambat 2,5 tahun setelah DPR-DPD dan presiden-wakil presiden dilantik.

"Putusan MK ini menimbulkan satu problem yang dilematis. Dilema dari putusan MK ini sangat krusial dapat mengakibatkan krisis konstitusional atau constitusional deadlock," kata Taufik di ruang Komisi III DPR, Jakarta, Jumat (4/7).

Toba mengatakan, dalam UUD 1945 pasal 22E ayat 1 dan ayat 2 tertulis pemilu dilakukan setiap 5 tahun sekali. Selain itu, Pemilu yang dimaksud juga merujuk pada pemilihan DPRD dan pemilihan kepala daerah.

Tak cuma itu, dalam Pasal 18 Ayat 3 dan 4 diatur pemerintah daerah itu miliki DPRD. Kepala daerah juga diatur dan dipilih secara diplomatis.

Kemudian, ada Pasal 24c ayat 1 tentang MK yang seharusnya tidak diabaikan hakim Mahkamah Konstitusi.

Rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI dengan eks Hakim MK Patrialis Akbar di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Foto: Youtube/ TV ParlemenRapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI dengan eks Hakim MK Patrialis Akbar di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025). Foto: Youtube/ TV Parlemen

Dari jajaran aturan itu, Toba menilai, dilema kemudian muncul. Tobas menilai, bila putusan MK dijalankan, berarti tidak melaksanakan perintah UUD 1945 yang mengamanatkan Pileg DPRD dan Pilkada harus dilakukan 5 tahun sekali.

"Dengan putusan ini, DPRD-nya ketika sudah selesai 5 tahun 2024-2029 yang seharusnya perintah konstitusi menyatakan harus pemilu tapi kita, negara ini, melalui pembuat undang-undang membuat satu rumusan justru melanggar perintah konstitusi. Ngeri," ujar dia.

"Sementara pasal 18 ayat 3. Anggota DPRD itu dipilihnya harus lewat pemilu, tidak ada jalan lain," tambah dia.

Di sisi lain, bila putusan MK ini tidak dilaksanakan maka melanggar UUD 1945 pasal 24c ayat 1 yang menyatakan putusan MK bersifat final.

"Ini yang saya betul-betul dilematis, constitusional deadlock. Dimakan masuk mulut buaya, tidak dimakan masuk mulut harimau, istilahnya begitu. Harus dicarikan jalan keluarnya," tutur dia.

Untuk DPRD, sejauh ini Tobas hanya punya 2 pilihan yang sejauh ini bisa dilakukan. Pertama masa jabatan anggota DPRD diperpanjang 2 tahun sampai 2,5 tahun sesuai dengan masa yang diberikan MK. Kedua, dibiarkan kosong. Tapi keduanya juga melanggar konstitusi.

"Kalau diperpanjang harus dipilih lewat apa? Penunjukan? Pengangkatan? Semua administratif sehingga perpanjangan dilakukan maka anggota DPRD dalam masa perpanjangan tersebut tidak memiliki legitimasi demokratis karena tidak dipilih rakyat, pemilu. Berbekal administrasi tidak bisa. Tidak ada perintah konstitusi selain pemilu. Tidak ada pintu apa pun DPRD selain pemilu," jelas dia.

 Dok. Mahkamah KonstitusiAnggota Komisi III DPRI RI Taufik Basari. Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi

Bila dibiarkan kosong juga melanggar konstitusi karena pada pada pasal 18 ayat 2 UUD 1945, pemerintah daerah itu memiliki DPRD.

"Kedua-duanya juga melanggar konstitusi," tegas eks anggota Komisi III DPR itu.

Masalah lain, keputusan MK ini tertuang dalam amar putusan, bukan pertimbangan. Tobas menilai, dengan tertuang dalam amar putusan artinya itu setara dengan undang-undang. Inilah yang menyebabkan putusan ini mengunci dan tak membuka ruang diskusi.

"Itu kan menyatakan jika tidak dengan model seperti ini berarti inkonstitusional atau sebaliknya konstitusinya hanya ini. Di luar itu inkonstitusional. Dampaknya memuat hal tersebut mengunci segala ruang dinamika diskusinya simulasinya. Karena harus sesuai amar. Itu problem," tutur dia.

Suasana saat sidang hari kedua perselisihan hasil pemilihan pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanSuasana saat sidang hari kedua perselisihan hasil pemilihan pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Namun, Tobas punya pandangan berbeda terkait definisi MK sebagai negative legislator dan positive legislator. Bagi dia, MK boleh saja berperan sebagai positive legislator sepanjang hanya sebatas menjelaskan dan menafsirkan. Batasan penafsiran juga harus jelas dan tidak boleh mengubah.

"Namanya menafsir tidak boleh apa yang jadi dasarnya. a tidak boleh jadi b. a boleh jadi a aksen, a kuadrat tapi a nya tetap ada," kata dia.

Contohnya, soal penggunaan KTP saat pencoblosan. MK memutuskan orang yang tidak terdaftar di DPT bisa datang menggunakan KTP, tapi DPT tidak hilang.

"Tidak boleh misalnya perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari 4 jadi 5. 4 dan 5 itu berbeda sekali. Ini yang terjadi dalam putusan ini. Tafsir yang a jadi b," ucap dia.

Read Entire Article