REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada 1325, Ibnu Batutah, seorang cendekiawan Muslim muda, memulai ziarah singkat yang kemudian berubah menjadi perjalanan dramatis selama 29 tahun yang diwarnai oleh kapal karam, penculikan, kudeta politik, pertemuan kerajaan, dan Wabah Hitam.
Ketika orang Maroko itu akhirnya kembali ke tanah airnya pada 1354 M, dia merangkai semua peristiwa nyata yang luar biasa ini ke dalam Rihlah, salah satu catatan perjalanan terpenting yang pernah dicetak.
Tujuh abad kemudian, dia dipuja sebagai salah satu pahlawan terbesar dunia Islam. Dengan menunggang kuda, unta, keledai, kereta, dan kapal, dia menempuh jarak 120 ribu kilometer.
Dia memiliki banyak koneksi dan disambut di wilayah-wilayah Islam. Namun, sungguh suatu keajaiban dia berhasil menyelesaikan perjalanannya selama 29 tahun, kata Ross E Dunn, profesor emeritus sejarah di Universitas Negeri San Diego, dan penulis Petualangan Ibnu Batutah.
Dunn mengungkapkan bahwa sang petualang selamat dari serangkaian skenario berbahaya, dikutip dari laman The National News, Rabu (27/8/2025)
Dia tersesat di Gurun Arab dan terjebak badai salju di Anatolia, lalu diculik bandit, terluka panah, dan karam di lepas pantai India. Belum lagi hampir dieksekusi oleh Sultan Delhi, terlibat dalam rencana penggulingan ratu Maladewa, dan menderita berbagai penyakit serius.
Dia bahkan terus berkelana selama wabah Maut Hitam, sebuah pandemi yang membunuh lebih dari 75 juta orang.
Semua itu berawal dari pelayaran paling penting bagi seorang Muslim: ibadah haji ke kota suci umat Islam, Makkah.
Pada 1325, ketika dia baru berusia 21 tahun, Ibnu Batutah memulai ibadah haji tersebut dari Tangier. Alih-alih naik perahu, dia menempuh perjalanan darat dengan seekor keledai.
Dia berkelana ke timur, menyusuri pantai Afrika Utara, dan sesampainya di Mesir, dia begitu tergila-gila dengan perjalanan sehingga ia bersumpah untuk mengabdikan hidupnya untuk penjelajahan.
BACA JUGA: Smotrich Siap Bangun Bait Suci, Terompet Sangkakala Mulai Ditiup di Masjid Al-Aqsa, Ya Rabb...
Dia berada di Tunisia ketika bergabung dengan rombongan haji yang mengikuti jejak menuju Makkah. Berasal dari keluarga ulama Muslim yang terpandang, dia memperluas pengetahuannya dengan berdiskusi dengan para haji lainnya tentang isu-isu hukum dan agama.
Selama tiga dekade berikutnya, hasrat untuk memahami Islam di luar batas Maroko memotivasi pengembaraan Ibnu Batutah yang tak henti-hentinya, sama seperti kesenangannya bepergian. Dia belajar di bawah bimbingan para ulama Islam terkemuka di Suriah, Mesir, dan Arab Saudi.