Office of Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memperkirakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) akan dipangkas sebanyak 50 basis poin (bps) di sisa 2025 menjadi 4 persen.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan Ketua The Fed, Jerome Powell, dinilai bernada dovish terkait arah kebijakan bank sentral AS tersebut ke depan.
The Fed disebut masih konsisten menargetkan suku bunga acuan di kisaran 4 persen, yang berarti ada ruang pemangkasan sebesar 50 basis poin.
“Tentu saja nanti pembuktian pertamanya adalah di bulan September ini apakah the Fed akan benar-benar memangkas suku acuannya 25 basis atau tidak,” ucap Andry dalam agenda Economic Outlook Q3 2025 yang diadakan secara daring, Kamis (28/8).
Kemudian berdasarkan data dari CME FedWatch Tool, Andry mengatakan probabilitas pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed telah mencapai lebih dari 85 persen.
Pada saat yang sama, European Central Bank (ECB) dinilai sudah berada di titik terendah (rock bottom) untuk suku bunga acuannya sehingga kemungkinan besar akan bertahan di level 2,15 persen hingga akhir tahun. Sementara itu, People’s Bank of China (PBOC) diperkirakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin.
“Secara keseluruhan, terdapat ruang penurunan suku bunga di berbagai negara yang sudah terjadi dan diperkirakan masih akan berlanjut sepanjang tahun 2025,” ucap Andry.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan mengalami dua kali penurunan sepanjang sisa tahun 2025. Masing-masing pada bulan September dan Desember.
Perry mengatakan, proyeksi ini didasarkan pada meredanya tekanan inflasi di AS dan membaiknya sentimen global usai kesepakatan dagang sementara antara Amerika Serikat dan China.
Dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Perry menilai perkembangan global menunjukkan arah yang lebih positif, meskipun tetap menyimpan ketidakpastian. Ia menyoroti bahwa ketegangan dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia mulai mencair.
“Terjadi kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari,” kata Perry dalam konferensi pers, dikutip Kamis (28/8).
Menurutnya, langkah ini menjadi sinyal positif karena sebelumnya kedua negara saling meningkatkan tarif dalam tensi perang dagang yang berkepanjangan. Konsensus untuk menurunkan tarif menunjukkan dimulainya proses negosiasi yang lebih konstruktif.