Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa eks narapidana (napi) dengan hukuman di bawah lima tahun tak perlu menunggu jeda jika ingin berkontestasi di Pilkada.
Hal tersebut disampaikan dalam sidang pengucapan putusan nomor 32/PUU-XXIII/2025, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (28/8).
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusannya, Kamis (28/8).
Gugatan tersebut diajukan oleh Petrus Ricolombus Omba selaku eks calon Bupati Boven Digoel yang didiskualifikasi oleh MK pada Pilkada 2024 lalu. Ia didiskualifikasi lantaran tak terbuka mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana.
Adapun Petrus merupakan eks prajurit TNI yang pernah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Militer lantaran melakukan tindak pidana desersi. Ia dijatuhi hukuman dengan pidana pokok 6 bulan dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer.
Ia pun menyinggung perbedaan perlakuan MK terhadap calon Wakil Bupati Belu, Vicente Hornai Gonsalves, yang tidak melakukan pengumuman secara jujur dan terbuka statusnya sebagai mantan narapidana.
Dalam permohonannya, Petrus mengajukan gugatan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam putusan terhadap gugatan Petrus tersebut, MK pun melakukan sejumlah perubahan agar adanya aturan yang lebih jelas bagi eks narapidana yang hendak maju di Pilkada.
Di antaranya, yakni mantan napi yang dipidana karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara kurang dari lima tahun tidak perlu menunggu jeda dan bisa mencalonkan diri setelah hukumannya berakhir.
Kemudian, eks narapidana juga harus jujur dan terbuka mengumumkan terkait latar belakangnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat melalui media massa.
Eks narapidana yang ingin maju sebagai calon kepala daerah tersebut wajib mengulang pengumuman ihwal latar belakangnya sebagai mantan terpidana jika berpindah daerah pemilihan atau mencalonkan ke tingkat lain, misalnya dari bupati/wali kota ke gubernur.
Kemudian, MK juga meminta agar eks narapidana yang ingin berkontestasi di Pilkada wajib melaporkan latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana kepada KPU atau KIP melalui aplikasi pencalonan.
Dengan demikian, norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada tersebut kini berbunyi sebagai berikut:
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
g. bagi mantan terpidana, kecuali terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, harus mengikuti ketentuan: