PADA Agustus 2024, warganet di Indonesia ramai-ramai menggunggah tulisan Peringatan Darurat yang menampilkan lambang Burung Garuda berlatar biru dongker media sosial. Peringatan darurat ini merupakan sinyal protes terhadap keputusan DPR RI dan Pemerintah yang menolak mematuhi Putusan MK.
Dipelopori akun-akun terkenal seperti @narasinewsroom, akun Najwa Shihab @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv di platform Instagram dan X.
Makna Peringatan Darurat
Gerakan digital ini meluas menyusul pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada oleh DPR RI sebagai respons terhadap dua putusan MK, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Kedua putusan yang diterbitkan pada 20 Agustus 2024 tersebut menggagalkan skenario kotak kosong dalam Pilkada 2024 dan menutup peluang Kaesang Pangarep, anak Jokowi, untuk dicalonkan dalam pemilihian gubernur.
Namun, DPR RI dalam pembahasan kilatnya memilih untuk mengikuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 alih-alih patuh Mahkamah Konstitusi telah menetapkan syarat batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Putusan MA tersebut mengubah batas usia minimum 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota, sehingga berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih. Keputusan ini memicu gelombang kritik karena dinilai memuluskan jalan Kaesang yang saat itu berusia 29 tahun untuk maju di Pilkada, mengingat ia akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024, beberapa bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dibuka.
DPR menolak mengakomodir Putusan MK dalam draf tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon. Alih-alih mematuhi Putusan MK, DPR justru memilih mengikuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024. .
Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada yang dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI saat itu, Achmad Baidowi, diputuskan bahwa batas usia calon kepala daerah tetap merujuk pada putusan MA, yakni 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
"Setuju ya merujuk pada putusan Mahkamah Agung, ya? Lanjut?” tanya Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi saat memimpin rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di kompleks parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, 21 Agustus 2024.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik. Putusan ini memungkinkan partai politik atau gabungan partai yang tidak mendapatkan kursi di DPRD tetap bisa mencalonkan kandidat jika memenuhi syarat perolehan suara tertentu.
Namun, dalam pembahasan draf Pasal 40 RUU Pilkada, Panja DPR hanya menyepakati penurunan ambang batas Pilkada bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Akibatnya, partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat lama, yaitu minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari total suara sah dalam pemilu anggota DPRD.
“Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan,” bunyi ketentuan tersebut.
Usai viral peringatan darurat dengan gambar garuda berlatar biru, lebih dari 1.000 akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), yang terdiri dari dosen dan tenaga kependidikan (Tendik), menyampaikan pernyataan sikap dan keprihatinan terhadap situasi darurat demokrasi di Indonesia saat ini.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito, menyatakan bahwa pernyataan sikap ini merupakan respons terhadap kondisi demokrasi Indonesia yang menghadapi masalah serius. “Kami prihatin dengan kemunduran demokrasi dan hukum pasca reformasi, yang ditandai oleh ketegangan hukum dan manipulasi politik yang dapat mengancam konstitusi serta tatanan bernegara dan bermasyarakat,” kata Arie Sujito saat dihubungi pada Sabtu, 24 Agustus 2024.
Aksi unjuk rasa membesar di Jakarta pada 22 Agustus 2024, di depan gedung DPR. Demonstrasi itu bukan hanya diikuti gerakan mahasiswa dan aktivis, tapi juga disuarakan para tokoh dan selebritas lainnya seperti Fedi Nuril Pandji Pragiwaksono, Abdur Arsyad, hingga BIntang Emon.
Sebagai informasi, di Amerika Serikat, terdapat sistem peringatan darurat berskala nasional yang dikenal sebagai "Blue Alert." Peringatan ini disebarluaskan dalam situasi genting tertentu untuk membantu menangkap pelaku yang telah melukai serius atau membunuh petugas penegak hukum yang sedang bertugas.
Menurut situs web Community Oriented Policing Service (COPS) dari Kementerian Kehakiman AS, Blue Alert juga dapat dikeluarkan apabila tersangka dianggap sebagai ancaman nyata terhadap petugas penegak hukum, atau ketika seorang petugas dinyatakan hilang saat bertugas.