
RIBUAN warga Israel kembali turun ke jalan pada Minggu (17/8) menuntut diakhiri perang di Jalur Gaza, Palestina, sekaligus mendesak pemerintah segera mencapai kesepakatan pembebasan sandera yang masih ditahan kelompok bersenjata Hamas. Aksi berlangsung di tengah persiapan militer Israel melancarkan ofensif baru ke Gaza City.
Protes besar itu digelar lebih dari sepekan setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana perebutan Gaza City. Perang yang berlangsung 22 bulan itu menimbulkan kondisi kemanusiaan kritis di wilayah Palestina.
Konflik bermula dari serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.219 orang di Israel serta membawa 251 orang sebagai sandera. Hingga kini, masih ada 49 orang di Gaza, termasuk 27 yang menurut militer Israel telah meninggal.
Di Tel Aviv, aksi berpusat di Hostage Square dengan membentangkan bendera raksasa Israel bergambar wajah para sandera. Massa juga memblokade sejumlah jalan, termasuk jalur utama Tel Aviv–Yerusalem, dengan membakar ban dan menyebabkan kemacetan panjang.
Forum Keluarga Sandera dan Hilang serta panitia aksi menyerukan mogok nasional pada Minggu, hari pertama kerja di Israel. Banyak toko dan bisnis di Tel Aviv maupun Jerusalem tutup.
"Saya pikir saatnya mengakhiri perang. Saatnya membebaskan semua sandera dan membantu Israel pulih menuju Timur Tengah yang lebih stabil," ujar Doron Wilfand, pemandu wisata berusia 54 tahun, di Jerusalem dikutip dari AFP.
Forum tersebut menegaskan protes akan menghentikan negara hari ini dengan satu tuntutan jelas yaitu kembalikan 50 sandera, akhiri perang. Forum juga berencana mendirikan tenda protes dekat perbatasan Gaza.
"Jika kita tidak membawa mereka kembali sekarang, kita akan kehilangan mereka selamanya," demikian pernyataannya.
Kekhawatiran publik meningkat setelah Hamas dan Jihad Islam merilis rekaman dua sandera dalam kondisi lemah dan kurus. Mesir mengungkap tengah memediasi upaya gencatan senjata 60 hari yang mencakup pembebasan sandera, setelah pembicaraan terakhir di Qatar gagal membuahkan hasil.
Viki Cohen, ibu dari salah satu sandera, Nimrod, menulis di X, "Aku harap kamu bisa mengakses media di dalam terowongan dan melihat bagaimana rakyat Israel menghentikan hidup hari ini untukmu dan para sandera. Tetap kuat, sebentar lagi."
Presiden Israel Isaac Herzog, saat berorasi di Tel Aviv, menyerukan tekanan internasional kepada Hamas. "Kami ingin mereka kembali secepatnya," ujarnya.
Namun, sejumlah pejabat pemerintah menentang aksi tersebut. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyebut protes itu sebagai kampanye sesat dan berbahaya yang justru menguntungkan Hamas. Ia menilai tekanan publik hanya akan mengubur para sandera di terowongan dan mendorong Israel menyerah kepada musuh.
Menteri Kebudayaan Miki Zohar dari Partai Likud menulis di X bahwa aksi blokade jalan merupakan kesalahan serius dan hadiah bagi musuh. Polisi Israel menambah personel dan menegaskan tidak akan menoleransi gangguan ketertiban umum.
Selain di Tel Aviv dan Jerusalem, aksi juga terjadi di Kibbutz Beeri dekat perbatasan Gaza, salah satu komunitas yang paling terdampak serangan Hamas, serta berbagai kota lain di Israel.
Rencana Israel memperluas serangan ke Gaza City dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya menuai kecaman internasional maupun oposisi domestik. Pakar independen PBB memperingatkan bahaya kelaparan meluas di Gaza akibat pembatasan ketat bantuan kemanusiaan oleh Israel.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang dijadikan rujukan PBB, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 61.897 warga Palestina sejak Oktober 2023, sebagian besar warga sipil. (I-2)