Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalan Tol Palembang–Betung kembali menghadapi hambatan serius. Kali ini, tumpang tindih klaim kepemilikan lahan menjadi penghalang utama kelanjutan konstruksi, terutama di sepanjang ruas 5 kilometer yang krusial.
Gubernur Sumsel, Herman Deru, menilai seharusnya pembangunan tol ini bisa diselesaikan lebih cepat, jika tidak ada sengketa lahan.
“Seharusnya bisa lebih cepat, hanya terganjal di 5 kilometer karena ada klaim dari pihak lain di luar yang sudah dibebaskan oleh Waskita,” ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur, Kamis (7/8/2025).
Deru menegaskan pentingnya percepatan penyelesaian persoalan ini, mengingat jalan tol tersebut merupakan jalur strategis untuk memperlancar arus logistik, meningkatkan konektivitas antar wilayah, serta mendukung mobilitas masyarakat.
Senada dengan itu, Asisten II Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Setda Sumsel, Basyaruddin Akhmad, menjelaskan bahwa sengketa lahan yang masih menghambat saat ini mencakup luas 19,6 hektare. Meski sebelumnya sudah ada pembayaran ganti rugi kepada 56 warga, muncul klaim baru dari pihak keluarga lain yang mempersoalkan hak atas lahan tersebut.
“Sudah dibayar ke 56 orang, lalu muncul klaim dari pihak keluarga lainnya. Ini yang harus diselesaikan secara hukum. Siapa pun yang menang di pengadilan, itulah yang berhak mendapat ganti rugi,” jelasnya.
Untuk menghindari keterlambatan proyek secara keseluruhan, pemerintah telah menyusun dua jalur penyelesaian yang berjalan paralel. Pekerjaan konstruksi akan tetap dilanjutkan oleh PT Hutama Karya, sementara proses hukum atas sengketa lahan akan ditangani oleh pihak terkait seperti Kejaksaan, Kepolisian, BPN, dan aparat desa.
“Ini kita selesaikan bersama, agar konstruksi tidak tertunda. Jalurnya jalan, hukumnya juga jalan,” ujar Basyar.
Pemerintah optimistis jika masalah ini dapat segera diurai, maka proyek tol Palembang–Betung bisa rampung tepat waktu, yaitu sebelum Lebaran tahun 2026.
“Kalau tidak berlarut-larut, proyek ini tetap sesuai timeline,” pungkasnya.