
KABUPATEN Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menyimpan catatan panjang sejarah kegempaan yang erat kaitannya dengan pergerakan Patahan Matano.
Patahan ini telah memicu sejumlah gempa signifikan, seperti pada tahun 2002 dan 2011, serta bertanggung jawab atas terbentuknya Danau Matano di Soroako, sebuah danau tektonik yang menjadi bukti dinamika bumi aktif di wilayah tersebut.
Selain gempa di Luwu Timur, Sulsel memiliki rekam jejak bencana alam yang panjang. Gempa besar pernah mengguncang Bone pada 1993 dan Pinrang pada 1997, yang dipicu pergerakan Patahan Walanae.
Catatan sejarah bahkan menunjukkan gempa besar di bagian selatan Sulsel pada 1820, serta gempa yang disertai tsunami di Kepulauan Selayar pada 1828 dan 1897.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Unhas, Adi Maulana, pulau Sulawesi terbentuk dari interaksi beberapa lempeng bumi, menjadikannya wilayah dengan aktivitas seismik tinggi.
Interaksi ini melahirkan sejumlah patahan aktif regional, seperti Patahan Palu-Koro, Patahan Matano, Patahan Mamuju-Majene, Patahan Lawanopo, Patahan Walanae, dan Patahan Saddang.
"Jalur patahan ini tidak hanya memicu gempa, tetapi juga memengaruhi potensi tanah longsor, terutama di daerah topografi tinggi dengan batuan yang telah lapuk," ujar Wakil Rekotor IV Universitas Hasanuddin ini.
Ia menekankan bahwa literasi kebencanaan bukan untuk menakuti, tetapi untuk membangun kepercayaan diri dan ketangguhan masyarakat.
Langkah-langkah konkret yang harus dilakukan antara lain pemetaan potensi bencana, mitigasi struktural dan non-struktural, edukasi berkelanjutan, serta penerapan manajemen penanggulangan bencana yang komprehensif.
Menanggapi kondisi geologis ini, Chief Officer Project PT Vale Indonesia, Muh Asril, menyatakan perusahaan telah melakukan berbagai langkah antisipasi dan mitigasi terhadap potensi gempa bumi di area operasinya.
"Danau Matano terbentuk dari proses tektonik. Kita sudah tahu itu. Pertama kali kita lakukan situ di biotek, termasuk mitigasi gempa," kata Asril, Rabu (27/8).
Perusahaan telah melakukan upgrade infrastruktur kritis sejak peristiwa gempa tahun 2004. Dam Larona yang sebelumnya didesain dengan standar lama, telah ditingkatkan kapasitasnya dua tahun lalu.
"Larona itu dulu mendesainnya menggunakan standar original 2004. Dua tahun lalu, kita sudah memasang perkuatan di sana sehingga kita naikkan kekuatannya," tambah Asril.
PT Vale juga menerapkan standar konstruksi yang lebih ketat untuk infrastruktur baru, termasuk penggunaan pancang berukuran besar untuk Jetty Penstock Intake (JPI). Asril mengakui bahwa penerapan standar tinggi ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Menanggapi kejadian kebocoran pipa yang terjadi baru-baru ini, Asril menyatakan bahwa sebagian besar pipa sudah di-upgrade dan kejadian tersebut masih dalam investigasi.
"Kami betul-betul akan koreksi jika memang terjadi hal-hal deviasi dari rencana yang kami lakukan. Khususnya masalah kemanusiaan, termasuk penanganannya," pungkas Asrir.
Perusahaan berkomitmen untuk terus memantau dan meningkatkan sistem mitigasi bencana di area operasinya, dengan fokus pada keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. (LN/Z-10)