
PEMERINTAH melalui Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berencana memanggil pengelola lokapasar atau marketplace memberikan para pedagang mendapatkan insentif atas produk-produk lokal yang dijual.
Merespon itu, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menegaskan bahwa mekanisme pemberian insentif tersebut harus jelas ditujukan kepada platform atau pedagang di lokapasar.
"Pemberian insentif ini harus jelas apakah untuk pedagangnya atau platformnya? Jika untuk pedagang, bagaimana mekanisme melalui platform lokapasarnya? Pertanyaan ini harus bisa dijawab bagi yang meminta insentif dari pemerintah," tutur Huda saat dihubungi, Kamis (28/8).
Huda menambahkan bahwa dirinya tidak menyetujui apabila pemerintah memberikan insentif untuk penjual di lokapasar yang menjual produk impor.
"Insentif harusnya diberikan kepada produsen produk lokal yang berjualan via lokapasar. Kalau pedagangnya merupakan produsen lokal dan UMKM, saya mendukung dan itu bisa meningkatkan minat (belanja masyarakat). Tapi jika barang yang dijual adalah barang impor itu yang berat," terang Huda.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan terbesar ekonomi Indonesia kuartal II 2025 di angka 5,12% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan kuartal II/2024.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menjelaskan, konsumsi rumah tangga atau konsumsi untuk kebutuhan dasar menjadi sumber pertumbuhan terbesar pada tiga bulan kedua 2025 menurut pengeluaran, apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan besaran 2,64%. Kemudian, sumber terbesar pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yakni 2,06%. Sementara itu, sumber dari konsumsi pemerintah hanya 0,22%.
Namun demikian, BPS justru menyebut fenomena peralihan atau shifting belanja ke mode daring atau online menjadi motor penggerak konsumsi masyarakat terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025.
"Kita hanya menyampaikan data, memang konsumsinya demikian. Jadi, ada hal yang baru, yang mungkin belum diungkap adanya fenomena shifting belanja secara offline ke online, barangkali belum pernah diungkap. Kita memang mudah melihat fenomena secara langsung atau secara offline. Tapi secara online barangkali cukup sulit untuk dilihat," jelas Edy pada kegiatan konfernesi pers di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8). (E-4)