
Bank Indonesia (BI) mencatat penguatan nilai tukar rupiah pada Juni 2025 di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, penguatan ini merupakan hasil dari bauran kebijakan stabilisasi yang dijalankan secara konsisten. Termasuk masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik.
“Nilai tukar Rupiah pada Juni 2025 (hingga 30 Juni 2025) menguat sebesar 0,34 persen (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir bulan sebelumnya,” kata Perry dalam konferensi pers, Rabu (16/7).
Ia menambahkan, kondisi stabil ini berlanjut hingga pertengahan Juli 2025. Meski situasi global tengah bergejolak, rupiah tetap mampu menjaga kestabilan.
“Perkembangan terkini hingga pertengahan Juli 2025 (hingga 15 Juli 2025) menunjukkan rupiah tetap stabil di tengah meningkatnya ketidakpastian global,” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya, termasuk mitra dagang utama Indonesia, rupiah dinilai relatif lebih stabil. Bahkan terhadap kelompok mata uang negara maju di luar dolar AS, nilai tukar rupiah juga tetap kompetitif. Stabilitas ini secara langsung turut menjaga daya saing ekspor Indonesia di pasar internasional.
Menurut Perry, faktor utama yang menopang stabilitas ini adalah kesinambungan kebijakan BI serta masuknya investasi asing, terutama ke pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, kebijakan penguatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang dicanangkan pemerintah juga ikut berkontribusi melalui peningkatan konversi valas ke Rupiah oleh para eksportir.
“Perkembangan nilai tukar ini didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing, terutama ke instrumen SBN, serta konversi valas ke Rupiah oleh eksportir pascapenerapan penguatan kebijakan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA),” ungkap Perry.
Ke depan, BI meyakini nilai tukar rupiah akan tetap stabil. Keyakinan ini didasarkan pada berbagai faktor, mulai dari prospek pertumbuhan ekonomi yang positif, tingkat inflasi yang rendah, hingga imbal hasil investasi di Indonesia yang masih menarik bagi investor asing.
“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik,” terang Perry.
Untuk memastikan stabilitas tersebut, BI terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar. Salah satunya melalui intervensi terukur di pasar valuta asing, termasuk pasar non-deliverable forward (NDF) di luar negeri. Strategi triple intervention juga tetap dijalankan secara aktif, yaitu mencakup intervensi di pasar spot, domestic NDF (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.
“Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder,” tegas Perry.
BI juga memaksimalkan penggunaan seluruh instrumen moneter, termasuk penguatan strategi operasi moneter yang pro-pasar. Langkah ini dilakukan melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Tujuannya adalah menarik lebih banyak investasi portofolio asing dan memperkuat stabilitas nilai tukar.
“Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” pungkas Perry.