
JIKA polisi melakukan penangkapan terhadap seseorang terkait kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), biasanya hal itu sudah memiliki bukti yang kuat.
Demikian pandangan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, merespons penangkapan Direktur Lokataru Indonesia Delpedro Marhaen oleh pihak kepolisian.
“Apakah ini suatu kriminalisasi atau satu upaya penegakan hukum untuk menjaga memulihkan ketertiban umum? IPW melihat ini harus diikuti, proses ini harus diikuti, proses penegakan hukumnya," kata Sugeng, melalui keterangannya, Rabu (3/9).
"Kalau polisi sudah menangkap, menahan, proseduralnya biasanya sudah ada bukti, apalagi bukti kalau ini terkait UU ITE, pembuktian polisi itu biasanya akurat, pembuktian polisi itu menggunakan suatu scientific crime investigation,” sambung dia.
Sugeng menyampaikan, penangkapan terhadap Delpedro Marhaen tidak bisa hanya dilihat dari kasus pidananya saja, tapi juga harus dilihat dari latar belakangnya.
Menurut dia, demonstrasi yang terjadi sejak 25-31 Agustus 2025 itu adalah demo yang agak berbeda dengan sejumalh aksi yang pernah terjadi sebelumnya.
“Demo kali ini yang tidak lebih dari seminggu telah menghancurkan dan meluluhlantakkan banyak sekali properti-properti milik pemerintah, gedung DPRD Makassar habis, gedung DPRD NTB habis, kantor Polres Jakarta Timur habis, Polda DIY hancur pagarnya, kemudian pembakaran dprd di Jawa Tengah, kemudian kantor-kantor polisi yang kecil, di Bandung Mess MPR RI di depan kantor DPRD Jabar dibakar habis,” ujarnya.
Sugeng menegaskan, ini adalah demo yang tidak biasa, massa aksi mahasiswa dan buruh itu bisa melokalisir diri untuk tidak terlibat dalam proses-proses atau pada tindakan-tindakan yang sifatnya brutal dan merusak.
“Nah, di belakang itu ternyata ada yang membonceng, banyak pihak yang membonceng. Selain dari aparat, diduga ya, aparat TNI, ternyata polisi juga menangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen. Kita tidak tahu apakah dan siapakah yang dihasut?, tetapi kalau pembuktian mengenai ITE itu sejauh saya tahu itu cukup kuat, kasus-kasus terkait dengan ITE umumnya pembuktiannya kuat,” katanya.
Oleh karena itu, Sugeng mengungkapkan, dalam hal ini IPW menyerahkan kepada proses hukum di kepolisian.
“Tetapi polisi juga harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memberikan akses kepada penasehat hukum daripada Delpedro Marhaen untuk dapat mendampingi membela kepentingan Marhaen dan membuka komunikasi dengan Marhaen, tidak boleh kemudian Marhaen diisolasi, lakukan proses penegakan hukum ini secara akuntabel, secara profesional dan berkeadilan,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi membenarkan penangkapan Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen pada Senin (1/9) malam. "Atas dugaan melakukan ajakan, hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkistis dengan melibatkan pelajar, termasuk anak," imbuhnya.
Ade menjelaskan, Delpedro diduga menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kerusuhan serta membiarkan anak ikut berunjuk rasa tanpa perlindungan.
Kuasa hukum sekaligus juru bicara tim advokasi Lokataru, Fian Alaydrus, menilai penangkapan Delpedro tidak sesuai prosedur karena tanpa proses pemeriksaan awal.
Selain itu, lanjut dia, polisi tidak pernah menjelaskan soal siapa yang dihasut maupun bentuk penghasutan oleh Delpedro. Adapun unggahan konten di akun media sosial Lokataru, bagi Fian, merupakan bagian dari upaya pendidikan demokrasi dan hak asasi manusia kepada publik. (P-2)