
PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) mengaku keberatan dengan rencana pemerintah mengenakan bea keluar untuk komoditas emas dan batu bara.
Direktur Utama Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengatakan perusahaan sudah mulai memproduksi emas dengan kemurnian 99,9 persen yang dijual baik ke dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu pembeli atau offtaker emas PTFI yaitu PT Aneka Tambang (Antam).
Namun, jika pemerintah akan menerapkan bea keluar untuk emas, Tony berharap agar produksi emas perusahaan bisa diserap sepenuhnya di dalam negeri, termasuk oleh Antam.
"Kalau bisa memang sedapat mungkin Antam yang meng-offtake 100 persen dari produksi emas kami. Dan kalau misalnya enggak ya siapa lagi yang di domestik," kata Tony saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (16/7).
"Jangan dikenakan di luar dong kalau enggak ada pasarnya domestik, kan untuk melindungi industri dalam negeri mestinya. Kita mau sekali kalau seandainya Antam 100 persen offtake barang-barang," tambahnya.
Untuk sementara ini, kata Tony, perusahaan masih mengekspor produksi emas untuk kadar yang di bawah 99,99 persen, yakni sekitar 50 persen dari produksi.

Sementara itu, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail belum menerima informasi lebih lanjut terkait bea keluar emas dan batu bara. Namun, dia meminta pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut.
"Ini kan baru sedang diproses, kalau kondisi lagi yang sekarang ini ya kita hanya minta mohon dipertimbangkan kembali lah ya, tapi kalau situasinya sudah bagus ya enggak ada isu," tegasnya.
Menurutnya, pada situasi saat ini, PTBA tidak mengalami kenaikan keuntungan dari ekspor. Sebab harga batu bara sedang melemah, belum lagi beban lain seperti royalti dan pungutan lainnya.
"Tentunya ya harapan kami ya masih dipertimbangkan kembali Pak Menteri ESDM juga kan sudah akan melihat dengan situasi dan kondisinya kan tidak sekaligus," tutur Arsal.
Sebelumnya, dikutip dari Antara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut penerapan tarif bea keluar untuk komoditas batu bara dan emas akan dilakukan secara fleksibel.
Bahlil menjelaskan bea keluar akan dikenakan saat harga batu bara dan emas sedang tinggi. Namun sebaliknya, apabila harga kedua komoditas tersebut mengalami penurunan, maka akan dibebaskan dari bea keluar.
"Nanti kita akan buat di harga keekonomian, berapa di pasar global, baru kita akan kenakan tarif bea keluar. Artinya, kalau harga lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara," ujar Bahlil di Jakarta, Senin (14/7).
Hal ini menyusul kesepakatan antara pemerintah bersama Komisi XI DPR RI terhadap perluasan basis penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara.
Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara yang dibahas dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Senin (7/7).
Saat ini, produk emas mentah atau dore bullion sudah dikenai bea keluar sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/2024. Namun, emas batangan dan perhiasan belum termasuk dalam objek tersebut.
Sementara, batu bara tak lagi dikenai bea keluar sejak 2006 dan hanya dikenakan royalti sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).