REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kebijakan pemblokiran rekening milik warga yang dianggap tidak aktif lebih dari 3 bulan atau rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menuai kritik tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mengatakan kebijakan ini telah merugikan banyak masyarakat kecil, khususnya petani dan ibu rumah tangga. Ia menyampaikan banyak menerima keluhan dari masyarakat yang terdampak pemblokiran tersebut. Total aduan itu lebih dari sepuluh laporan masyarakat yang rekeningnya dibekukan sepihak oleh PPATK.
Menurut laporan yang diterima, masyarakat tidak bisa menggunakan dana untuk kebutuhan penting seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Eko menyebut sebagian besar korban adalah masyarakat kecil yang menyimpan uang hasil panen, tabungan sekolah, dan dana untuk kebutuhan kesehatan.
"Dari aduan yang kita terima atau curhatan dari masyarakat yang kita terima, masyarakat sangat dirugikan dengan kebijakan ini. Karena yang pertama, rekeningnya kemudian tidak bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-harinya. Ada yang tabungan pendidikan, ada tabungan kesehatan juga ada juga yang untuk persiapan untuk beli pupuk. Ada yang untuk persiapan beli alat pertanian," kata Eko, Senin (4/8/2025).
Eko menegaskan pemblokiran rekening semestinya dilakukan hanya berdasarkan alasan hukum yang kuat, bukan sekadar karena tidak aktif atau berdasarkan asumsi semata. "Kita harapkan PPATK kembali saja kepada peraturan perundang-undangan. Ketika melakukan pemblokiran itu harus dengan argumentasi alasan hukum. Misalnya tadi terlibat tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi atau hasil-hasil dari kejahatan misalnya. Itu silahkan ditutup boleh, nggak apa-apa. Tetapi jangan uangnya masyarakat (yang tidak terlibat) kemudian diblokir," katanya.
Ia juga menilai alasan PPATK yang mengaitkan kebijakan ini dengan upaya pemberantasan judi online dinilai tidak masuk akal dan cenderung gegabah. PPATK telah bertindak di luar kewenangan dan perlu segera mengkaji ulang serta menghentikan kebijakan ini.
"Kalau memang PPATK punya bukti-bukti didukung dengan dari informasi dari OJK maupun dari Bank Indonesia atau dari aparat penegak hukum, ya silakan aja. Tapi kan kita enggak bisa kemudian digeneralisasi gitu ya, bahwa seolah-olah semuanya terlibat judol kan tidak juga, sehingga saya kira terlalu berlebihan apa yang dilakukan oleh PPATK ini," ucap Eko.
Hingga kini, Eko menyampaikan Komisi A DPRD DIY terus mendalami laporan yang masuk dan akan mengawal aspirasi warga. Ia juga memastikan pihaknya tidak tinggal diam menghadapi kebijakan yang dinilai menyimpang ini.
Meskipun kini PPATK telah membuka kembali jutaan rekening yang diblokir, Eko mengatakan persoalan tidak serta-merta selesai. Selain membuka posko aduan, pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada lembaga terkait, termasuk OJK, Bank Indonesia, dan Komisi III DPR RI, agar persoalan ini tidak diabaikan.
"Kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Kami sedang memverifikasi laporan dan akan meneruskan ke pemerintah pusat. Karena PPATK ini wewenangnya di pusat, maka suara masyarakat dari daerah harus sampai," ungkapnya.
"Sudah saatnya PPATK menghentikan kebijakan ini dan kembali pada aturan hukum yang menjadi pegangan. Jangan sampai masyarakat tidak bisa menyekolahkan anaknya, atau berobat karena rekeningnya dibekukan begitu saja," katanya.