BUPATI Pati Sudewo akhirnya membatalkan kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen usai diprotes besar-besaran oleh warga setempat. Kebijakan itu juga telah direspons oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan juga Ketua Partai Gerindra Jawa Tengah Sudaryono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, pembatalan kenaikan PBB itu tak menyurutkan kekesalan warga Pati yang mengaku kecewa dengan sikap Sudewo yang dianggap arogan. Taufikurrahman, 36 tahun, salah satunya. Pria asal Madura yang telah menjadi penduduk Kabupaten Pati selama 10 tahun ini mengaku masih geram dengan Sudewo.
Taufik, begitu panggilannya, termasuk masyarakat yang ingin ikut berdemo pada 13 Agustus mendatang. Dia pun masih memiliki keinginan itu kendati Sudewo tak jadi meneruskan rencana kenaikan PBB.
“Masih tetap ingin demo tidak mundur satu langkah pun, alasannya ingin ketemu bupati dan melengserkan,” katanya saat dihubungi pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Dalam kesehariannya Taufik bekerja sebagai pencukur rambut pria, tapi semenjak rencana demo bergulir ia lebih aktif menggunakan media sosial TikTok. Lewan akun @theakaconk2 ia mengadakan sesi siaran langsung untuk membagikan informasi perkembangan situasi di depan kantor Bupati Pati yang digunakan menjadi posko donasi logistik keperluan demo.
Menurut Taufik, hampir setiap hari ia mengadakan siaran langsung sejak pekan lalu. Ia menceritakan ada seorang ibu-ibu yang mengeluh kepadanya karena harus membayar kenaikan PBB rumah jauh melampaui 250 persen. Pada tahun 2024 PBB rumah ibu itu senilai Rp 20 ribu, tapi sebelum dibatalkan ia harus membayar PBB hingga Rp 148 ribu. Artinya sang ibu dikenakan kenaikan PBB hingga 640 persen.
Ia sendiri mengaku awalnya mendapat kenaikan PBB sebesar 250 persen. Taufik menuturkan orang-orang di sekelilingnya juga kesal dengan keputusan Sadewo dan sempat ingin turut berunjuk rasa. “Mereka sampai bilang bukan hanya pajak yang turun, tapi Sudewo-nya juga,” tuturnya.
Seorang wiraswasta yang tinggal di Desa Tlogosari, Kecamatan Tlogosari, Kabupaten Pati, Eva Risty Maharani, juga mengaku resah kendati rencana kenaikan PBB dibatalkan. Perempuan berusia 29 tahun itu bercerita PBB rumahnya pada tahun ini senilai Rp 125 ribu dari yang semula hanya Rp 50 ribu. Sementara ibu mertuanya memiliki tagihan PBB hampir Rp 800 ribu dari tahun sebelumnya Rp 300 ribu.
“Kenaikan PBB maklum saja untuk pengembangan Pati, tapi rasanya langsung menekan rakyat, kami tidak ada persiapan. Kami tidak selalu memegang uang,” tuturnya pada Sabtu.
Ia mengatakan rencana kenaikan PBB itu seharusnya bisa diterima jika dilakukan secara bertahap tiap tahun. Eva merasa keberatan karena lonjakan kenaikan PBB hingga ratusan kali lipat dengan selisih satu tahun saja. Namun, di atas itu semua, dia lebih terganggu dengan gaya komunikasi Sudewo yang sempat menantang warganya untuk mendatangkan 50 ribu massa guna memprotes kebijakan politikus Gerindra itu.
“Yang paling tidak saya suka, dia bupati, harusnya tutur bicaranya tidak seperti itu,” kata Eva.
Salah satu warga Pati lainnya, Sri Maullasari, mengaku telah membayar PBB rumah dan halaman belakang milik kedua orang tuanya. Seorang guru yang mengajar di sekolah swasta itu mengatakan lonjakan PBB paling besar ialah tanah kosong di belakang kediamannya.
Pada Mei 2024, ia membayar PBB sebesar Rp 3 ribu saja. Akan tetapi, pada Mei 2025, Maullasari mengeluarkan biaya hingga Rp 30 ribu, yang artinya tarif PBB naik sebesar 900 persen.
“PBB naik sangat meresahkan masyarakat, apalagi bagi orang lanjut usia yang tidak punya penghasilan tetap,” katanya pada Minggu, 10 Agustus 2025. Perempuan berusia 29 tahun ini juga menyatakan sempat ingin ikut demo untuk menyuarakan aspirasi atas kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo mengatakan tak akan gentar untuk membatalkan kenaikan PBB kendati menuai gelombang penolakan. Ia beralasan tarif PBB-P2 perlu dinaikan setelah 14 tahun stagnan. Menurut Sudewo kenaikan tarif PBB itu bisa meningkatkan pendapatan asli daerah untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.