Dinkes Sumsel mengungkap fakta baru terkait kasus penganiayaan yang menimpa dokter (dr) Syapri Putra Wangsa, di RSUD Sekayu, Musi Banyuasin (Muba), yang sempat dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien.
Kepala Dinkes Sumsel, Trisnawarman, menyebut pelaku sempat mengaku sebagai keluarga Bupati Muba Toha Tohet. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, klaim tersebut terbukti tidak benar.
“Betul, dia (keluarga pasien) sempat mengaku-ngaku keluarga Bupati, orangnya Bupati. Tapi setelah dikonfirmasi ke Pak Bupati ternyata bukan, timnya juga bukan,” kata Trisnawarman di Griya Agung Palembang, Ahad (17/8/2025).
Pelaku yang belakangan diketahui bernama *Ismet Syahputra* itu akhirnya terbongkar hanya menggunakan nama Bupati untuk mendapatkan pengaruh saat berada di rumah sakit.
Trisnawarman menegaskan, kasus ini kini dalam proses hukum. Dalam pertemuan mediasi yang digelar di RSUD Sekayu pada 14 Agustus 2025, Bupati Muba Toha Tohet bahkan meminta agar perkara tersebut tidak hanya diselesaikan secara damai, tetapi juga tetap diproses sesuai jalur hukum.
“Pak Bupati minta diselesaikan sampai tuntas, meskipun sudah damai. Proses hukum tetap. Sekarang tinggal proses di Polres Muba,” jelasnya.
Sebelumnya Video berdurasi 41 detik yang memperlihatkan seorang dokter RSUD Sekayu, Musi Banyuasin (Muba), Sumsel, mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari keluarga pasien, ramai beredar di media sosial viral dan memicu perdebatan warganet.
Rekaman tersebut diambil di ruang perawatan rumah sakit dan menampilkan dua pria, diduga keluarga pasien, yang mendesak dokter melepas masker dengan nada tinggi. Permintaan itu ditolak secara halus oleh sang dokter karena tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit.
Ketegangan memuncak ketika salah satu pria terlihat memegang bagian belakang leher dokter dan memaksa melepas masker. Keduanya juga mempertanyakan identitas dokter serta menuntut penjelasan terkait kondisi pasien yang mereka sebut sebagai ibu.
Dalam video, terdengar salah satu pria melontarkan keluhan soal pelayanan rumah sakit yang dinilai lambat. Ia menyebut telah menyewa ruang VVIP, namun merasa penanganan medis yang diberikan tidak memuaskan.
“Ibu saya ini setiap hari disuruh tunggu dahak, dikit-dikit tunggu dahak, hasil rontgen dia bilang, hasil rontgen, kita sewa ruangan VVIP ini untuk pelayanan,” ucap pria tersebut sembari merekam sang dokter.
Meski sudah berusaha menjelaskan prosedur medis, dokter tersebut tetap mendapat nada bicara keras dari keluarga pasien yang menuntut pelayanan cepat.
Aksi itu menuai kecaman warganet. Banyak yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap tenaga kesehatan, sementara sebagian lainnya menyoroti dugaan kurang maksimalnya pelayanan rumah sakit.