Lampung Geh, Bandar Lampung — Pemerintah Provinsi Lampung berkomitmen mendukung pemulihan non-yudisial terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu melalui integrasi ke dalam program perlindungan sosial nasional, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara Pemprov Lampung dan Kedeputian Bidang Koordinasi Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) di Bandar Lampung, yang bertujuan menyinkronkan data dan kebijakan pemulihan HAM berat di daerah, pada Jumat (25/7).
Kepala Dinas Kominfotik Provinsi Lampung, Ganjar Jationo menjelaskan, salah satu bentuk konkret pemulihan yang tengah dibahas adalah pemberian akses kesehatan dan jaminan sosial kepada para korban dan ahli warisnya, yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah pusat.
“Kita membicarakan soal pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat, menindaklanjuti perkembangan sebelumnya. Pemulihan itu diupayakan melalui skema seperti layanan kesehatan, pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan program sosial lain yang bisa diakses secara luas,” ujar Ganjar saat diwawancarai usai pertemuan, pada (25/7).
Ganjar menjelaskan, pemerintah daerah masih mengacu pada data resmi korban pelanggaran HAM berat yang dimiliki oleh Kemenko Kumham Imipas.
“Talangsari 1989 masih menjadi catatan aktif di kantor Kemenko Kumham Imipas. Data kami sementara tetap mengacu pada data pusat. Koordinasi ini bertujuan agar program pemulihan yang dijalankan daerah selaras dengan pusat,” tambahnya.
Ia juga menyebutkan, koordinasi lintas perangkat daerah diperlukan untuk menyukseskan integrasi korban ke dalam program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) Plus dan layanan kesehatan dasar.
“Teman-teman dari Biro Hukum, Kesbangpol, dan BPKAD akan berperan dalam mendukung langkah-langkah ini. Kami juga membuka kemungkinan inovasi program sesuai kebutuhan daerah,” kata Ganjar.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi HAM Kemenko Kumham Imipas menyampaikan, kunjungan ini masih dalam tahap awal untuk memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan penyelesaian non-yudisial.
“Yang kita lakukan sementara ini adalah kunjungan koordinasi, karena ini berkaitan dengan fungsi kami sebagai kemenko baru. Langkah ini untuk memastikan bahwa sinkronisasi antar level pemerintahan berjalan dengan baik,” ujarnya.
Diketahui, satu-satunya kasus pelanggaran HAM berat yang tercatat di Provinsi Lampung adalah Peristiwa Talangsari 1989, yang terjadi pada 7 Februari 1989 di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur.
Komnas HAM menetapkan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat pada tahun 2008, berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. (Cha/Put)