
Pemerintah telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) ke Komisi III DPR RI.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, menyebut ada beberapa hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam poin-poin RUU KUHAP, termasuk memperjelas pengaturan upaya paksa dalam penetapan tersangka.
"Satu, penguatan hak tersangka terdakwa dan terpidana. Dua, penguatan hak saksi korban, perempuan dan penyandang disabilitas," ucap Eddy membacakan poin-poin pandangan pemerintah pada rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7).
"Tiga, memperjelas pengaturan upaya paksa dengan penambahan penetapan tersangka, pemblokiran dan pengaturan mekanisme izin pada upaya paksa," sambungnya.

Eddy melanjutkan, poin keempat adalah mengenai penguatan mekanisme dan memperluas substansi praperadilan. Poin kelima adalah soal pengaturan restorative justice.
“Enam, ganti kerugian rehabilitasi restitusi dan kompensasi. Tujuh, penguatan peran advokat. Delapan, pengaturan saksi mahkota,” tuturnya.
“Sembilan, pengaturan pidana oleh korporasi. Dan sepuluh, pengaturan sistem informasi peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi,” lanjutnya.
Eddy mengatakan, dengan penguatan norma-norma tersebut, diharapkan RUU KUHAP bisa menciptakan supremasi dan hukum yang berkeadilan.
“Mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu yang memperkuat fungsi tugas dan wewenang aparat penegak hukum yang selaras dengan perkembangan ketatanegaraan dan kemajuan informasi teknologi,” tutup dia.