
Kelompok pemberontak Sudan, Rapid Support Forces (RSF/Pasukan Dukungan Cepat) membantai nyaris 300 orang di sebuah desa di wilayah Kordofan Utara, sejak Sabtu (12/5) pekan lalu. Laporan itu disampaikan aktivis setempat.
RSF merupakan kelompok paramiliter yang terlibat dalam perang saudara sejak April 2023 lalu. Sedangkan Kordofan Utara adalah garis depan pertempuran pada perang saudara di Sudan ini.
Kelompok HAM, Emergency Lawyers, dalam keterangan pada Senin (14/7) menyatakan, RSF menyerang beberapa desa di kawasan Bara. Kawasan itu kini dikendalikan secara penuh oleh RSF.

Di salah desa, Shag Alnom, sekitar 200 orang dibunuh lewat aksi pembakaran dan penembakan. Sedangkan korban-korban yang jatuh di desa lain kehilangan nyawa akibat penyerbuan berujung penjarahan.
Emergency Lawyers menambahkan, ibu hamil dan anak-anak masuk dalam daftar target pembantaian RSF.
“Telah terbukti bahwa desa-desa yang menjadi sasaran tersebut sama sekali tidak memiliki sasaran militer, hal ini memperjelas sifat kriminal dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan mengabaikan sepenuhnya hukum humaniter internasional,” kata Emergency Lawyers seperti dikutip dari The Guardian.

Sampai sekarang perang saudara di Sudan belum berakhir. Perang yang melibatkan RSF melawan militer menyebabkan Sudan terpecah. Militer menguasai Sudan tengah dan timur. Sedangkan RSF mengendalikan kawasan barat dan Kordofan Utara.
Amerika Serikat dan PBB menduga RSF melakukan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan dan genosida.
Perang saudara di Sudan menciptakan krisis kemanusiaan besar di dunia. Setengah dari populasi Sudan menjadi korban kelaparan akibat imbas perang saudara. Kondisi diperparah dengan tersebarnya wabah kolera.