DIREKTUR Kelompok Kerja Antidisinformasi Digital di Indonesia atau Kondisi, Damar Juniarto, menduga pembatasan live TikTok terhadap konten yang memuat aksi protes di Indonesia didorong atas permintaan Indonesia.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Damar, pembatasan live TikTok kemarin adalah bukti bagaimana moderasi konten diterapkan secara sepihak. Pendiri Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Teknologi Demokrasi atau PIKAT Demokrasi ini meyakini, pembatasan live TiKTok berkaitan dengan komunikasi yang dilakukan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo dengan perwakilan TikTok dan Meta.
“Ini dinamakan dengan sebuah aktivitas sensor, dan sensor semacam ini tentu saja menghambat demokrasi,” kata Damar kepada Tempo, 31 Agustus 2025.
Menurut Damar, pembatasan ruang publik di digital sekalipun harus pembatasan yang didasarkan pada mekanisme perlindungan hak asasi manusia.
Sebelumnya, platform media sosial TikTok mengumumkan untuk sementara waktu membekukan fitur live streaming di Indonesia. Pembekuan disebut berlaku "beberapa hari ke depan" karena demonstrasi yang disertai kerusuhan dan penjarahan yang meluas.
"Karena kekerasan demonstrasi yang meningkat di Indonesia, kami telah secara sukarela menerapkan pengamanan (safeguard) tambahan untuk menjaga TikTok sebagai ruang sipil dan aman," kata juru bicara TikTok kepada AFP, seperti dilansir The Economic Times, pada Sabtu, 30 Agustus 2025.
Perusahaan aplikasi berbagi video yang menginduk ke ByteDance di Cina itu menyatakan akan terus memantau perkembangan situasi di Indonesia.
Pembatasan fitur live TikTok ini dilakukan setelah Wamen Komdigi Angga Raka Prabowo berencana memanggil penyedia platform media sosial seperti Meta dan TikTok. Pemanggilan itu akan membahas penanganan konten-konten provokatif di media sosial.
Angga meminta para pengelola platform media sosial turut menjaga iklim demokrasi yang baik dengan menghadirkan ruang digital yang bebas dari disinformasi, fitnah, dan ujaran kebencian.
"Ini merusak sendi-sendi demokrasi. Misalnya, kita mau menyampaikan satu aspirasi, menyampaikan satu pendapat, tetapi tiba-tiba di sosial media dibumbui atau ditambahkan dengan informasi-informasi yang tidak sesuai, itu kan merusak semangat kita untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi kita," ujar Angga di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta, 27 Agustus 2025.
Menurut Angga Raka, demonstrasi itu menjadi bias karena ricuh akibat konten media sosial yang justru hoaks atau direkayasa menggunakan akal imitasi atau AI.
Angga juga menekankan pentingnya verifikasi informasi yang beredar di platform media sosial serta penindakan pelanggaran seperti penyebaran konten yang mengandung disinformasi, fitnah, dan kebencian di ruang digital. Platform media sosial harus punya sistem untuk mencegah dan menangani penyebaran konten negatif semacam itu.
Namun Angga Raka menegaskan take down tersebut agar tidak diartikan membungkam kebebasan berekspresi, tetapi agar tidak terprovokasi oleh konten yang tidak sesuai di lapangan.
Angga akan meminta patform media sosial untuk memiliki sistem menindak konten-konten rekayasa tersebut. Ia mengatakan pemerintah telah mengundang perwakilan Tiktok Asia Pasifik dan Meta Indonesia untuk ke Jakarta.
Adapun Wakil Menteri Komunikasi dan Digital atau Wamenkomdigi Nezar Patria menegaskan pemanggilan pengelola platform medsos tidak berkaitan dengan penanganan konten tentang demonstrasi.
"Bukan begitu mungkin maksudnya, ya. Tidak terkait dengan demo sebetulnya," ujar Nezar saat ditemui di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Agustus 2025, seperti dikutip dari Antara.
Pembahasan upaya moderasi konten itu, menurut Nezar, juga bukan hal yang baru. "Itu sebenarnya sudah berjalan lama, jadi enggak terkait dengan demo baru-baru ini.
Nezar menjelaskan, pemerintah dan penyedia platform media sosial berupaya melakukan moderasi konten untuk mencegah penyebaran konten negatif. "Misalnya konten judi online, terus kemudian konten-konten yang berkaitan dengan hal-hal yang dilarang oleh undang-undang," katanya.
Menurut Nezar, moderasi konten yang dilakukan pemerintah dan penyedia platform media sosial juga sudah lama dikerjasamakan. Caranya melalui pemantauan, peninjauan, dan pengelolaan konten yang diunggah atau dibagikan di platform digital guna memastikan bahwa konten tersebut sesuai dengan pedoman komunitas dan peraturan yang berlaku.