
DALAM ilmu kimia, sejak lama ada satu aturan sederhana: jenis karbon dengan energi tinggi, seperti vitamin B1, akan segera terurai bila terkena air. Karena alasan inilah banyak reaksi kimia biasanya dilakukan dalam pelarut organik khusus, bukan dalam air yang sebenarnya merupakan pelarut paling melimpah di Bumi.
Akan tetapi, penelitian terbaru membantah aturan tersebut. Studi ini menemukan suatu jenis karbon reaktif ternyata mampu bertahan di dalam air cukup lama sehingga bisa diamati secara langsung dan dipelajari secara detail.
Air adalah zat yang melimpah, aman, murah, dan esensial bagi kehidupan. Jika kimia karbon reaktif dapat berlangsung di dalam air, hal itu memberi pemahaman baru tentang cara kerja enzim tertentu di dalam sel, sekaligus membuka jalan bagi metode industri yang lebih ramah lingkungan untuk memproduksi molekul yang bermanfaat.
Perdebatan Dimulai Tahun 1958
Pada 1958, peneliti mengajukan gagasan berani vitamin B1 dapat membentuk spesies mirip karbena yang berumur pendek di dalam sel.
Konsep ini bertentangan dengan pandangan sebelumnya bahwa air akan langsung menghancurkan karbena. Perdebatan berlangsung selama puluhan tahun, seiring berkembangnya alat penelitian dan usaha para ahli kimia mencari bukti langsung.
Kini, bukti itu telah muncul dengan molekul khusus yang dirancang untuk melindungi pusat reaktifnya agar bisa bertahan dalam air cair.
Tim peneliti tidak hanya mengajukannya sebagai teori. Mereka berhasil memproduksinya dan mendokumentasikannya dengan pengukuran yang menyelesaikan perdebatan.
“Ini adalah pertama kalinya seseorang dapat mengamati karbena stabil dalam air,” kata Vincent Lavallo, profesor kimia di UC Riverside sekaligus penulis korespondensi penelitian tersebut.
“Orang dulu mengira ini ide gila. Tapi ternyata, Breslow benar.”
Air, Karbena, dan Kerumitannya
Karbena merupakan atom karbon yang memiliki dua tempat kosong untuk membentuk ikatan. Secara umum, karbon cenderung stabil ketika memiliki susunan elektron yang lengkap.
Ketika jumlah elektronnya berkurang, atom ini menjadi sangat reaktif. Tingkat kereaktifan tersebut justru dimanfaatkan dalam berbagai reaksi kimia di laboratorium maupun industri, karena karbena mampu mengatur ulang ikatan dengan sangat efisien.
Namun, molekul air sangat cepat bereaksi dengan spesies yang kekurangan elektron. Bagi sebagian besar karbena, hal ini berarti reaksi yang ingin diteliti berakhir dengan cepat.
Inilah alasan utama mengapa banyak ahli kimia terdahulu percaya bahwa karbena tidak mungkin berperan dalam lingkungan berair seperti di dalam sel.
Bagaimana Mereka Membuktikannya?
Untuk menjaga karbena tidak langsung bereaksi dengan air, para peneliti mengelilinginya dengan gugus berukuran besar yang berfungsi sebagai pelindung dari serangan air.
Dengan memenuhi ruang di sekitar karbon reaktif. Mereka mengurangi reaksi samping yang tidak diinginkan sambil menjaga pusat karbon tetap aktif.
Mereka menghasilkan karbena di dalam air dan menangkap ciri khasnya menggunakan spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR). Eksperimen itu menunjukkan “sidik jari” yang jelas dalam fase larutan.
Kemudian, mereka mendapatkan struktur kristal tunggal melalui difraksi sinar-X, yang memetakan posisi atom-atom di ruang. Gabungan kedua alat ini mengubah hasil dari “mungkin” menjadi “pasti.”
Kaitannya dengan Vitamin B1
Vitamin B1, atau tiamin, menjadi kofaktor aktif di dalam tubuh. Dalam bentuk itu, ia membantu enzim memutus dan membentuk ikatan karbon-karbon saat metabolisme berlangsung.
Usulan tahun 1958 menyatakan, dalam kondisi tertentu, terbentuklah keadaan mirip karbena yang cukup lama bertahan untuk membantu perubahan ikatan tersebut.
Selama bertahun-tahun, ahli kimia mengumpulkan bukti tidak langsung, seperti “Breslow intermediate,” tetapi para pengkritik tetap berargumen bahwa karbena sejati tidak mungkin ada di dalam air.
Penelitian terbaru ini menghapus hambatan tersebut dengan menunjukkan bahwa karbena sejati dapat bertahan dalam air jika dirancang dengan tepat.
Dampaknya bagi Kimia
“Air adalah pelarut ideal, melimpah, tidak beracun, dan ramah lingkungan,” kata penulis pertama Varun Raviprolu, yang menyelesaikan riset ini saat menjadi mahasiswa pascasarjana di UCR dan kini menjadi peneliti postdoktoral di UCLA.
“Jika kita bisa membuat katalis kuat ini bekerja dalam air, itu langkah besar menuju kimia yang lebih hijau.”
Saat ini, sebagian besar proses produksi kimia masih bergantung pada pelarut organik yang mudah terbakar dan berbahaya bagi kesehatan.
Semakin banyak reaksi karbena dapat berlangsung di dalam air, proses produksi obat maupun bahan tertentu berpotensi menjadi lebih aman serta lebih mudah dikontrol. Meski air tidak bisa menggantikan semua jenis pelarut, penggunaan sebagian saja sudah memberikan manfaat yang besar.
Vitamin B1 Hanya Langkah Awal
“Ada intermediet reaktif lain yang selama ini tak pernah bisa kita isolasi, sama seperti ini,” ujar Lavallo. Ia menambahkan, dengan pendekatan perlindungan seperti yang mereka gunakan, kemungkinan besar spesies tersebut suatu saat bisa diamati langsung dan dipelajari lebih jauh.
Hal ini penting, karena banyak reaksi kimia bergantung pada spesies berumur pendek yang jarang berhasil kita amati. Dengan perlindungan cerdas dan alat yang lebih tajam, semakin banyak spesies semacam itu bisa beralih dari teori menjadi bukti nyata.
Vincent Lavallo menambahkan: “30 tahun lalu, orang berpikir molekul ini bahkan tidak bisa dibuat. Sekarang kita bisa menyimpannya di dalam air. Apa yang dikatakan Breslow bertahun-tahun lalu – ternyata benar.”
Mengapa Hal Ini Penting?
Penemuan ini tidak bermaksud, menunjukkan bahwa vitamin B1 membentuk karbena dalam sel hidup dan berhasil direkam secara langsung. Namun, penelitian ini membuktikan bahwa air tidak langsung menyingkirkan kemungkinan terjadinya kimia karbena.
Temuan ini mendukung gagasan mengenai vitamin B1, sekaligus menyingkirkan penolakan yang selama ini ada, serta menawarkan kemungkinan baru untuk menjalankan reaksi kimia dengan cara yang lebih ramah lingkungan menggunakan pelarut, yaitu air.
Dengan desain molekuler yang tepat, karbena bisa bertahan di dalam air dan tetap menjalankan fungsinya. Itu membuat gagasan dari 1958 menjadi realistis secara kimia, serta memperkuat pemahaman modern tentang bagaimana enzim yang bergantung pada tiamin dapat bekerja.
“Kami membuat molekul reaktif ini untuk menjelajahi kimianya, bukan untuk mengejar teori sejarah. Tapi ternyata penelitian kami justru membenarkan apa yang diusulkan Breslow dulu,” ucap Raviprolu. (earth/Z-2)