
ANGKATAN bersenjata Israel kemungkinan akan masuk dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendatang terkait kekerasan seksual. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memperingatkan itu kepada Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon.
"Saya memberi peringatan kepada pasukan bersenjata dan keamanan Israel tentang kemungkinan pencantuman dalam siklus pelaporan berikutnya, karena ada kekhawatiran signifikan terhadap pola-pola bentuk kekerasan seksual tertentu yang didokumentasikan secara konsisten oleh PBB," tulis Guterres dalam surat yang dikirimkan kepada Danon pada Senin (11/8).
Kantor Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik senantiasa menerbitkan laporan tahunan berjudul Kekerasan Seksual terkait Konflik yang mendokumentasikan kekerasan seksual dalam konflik bersenjata.
Surat Guterres kepada Danon, yang dibagikan oleh misi Israel untuk PBB itu, menyatakan bahwa PBB prihatin dengan informasi kredibel tentang pelanggaran oleh pasukan bersenjata dan keamanan Israel yang dilakukan terhadap warga Palestina di beberapa penjara, pusat penahanan, dan pangkalan militer.
"Akibat penolakan akses yang konsisten terhadap pemantau PBB," demikian bunyi surat tersebut, "Sulit untuk membuat keputusan definitif mengenai pola, tren, dan sistematisitas kekerasan seksual dalam situasi ini." Guterres mendesak Israel untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan penghentian segera semua tindakan kekerasan seksual.
Dalam laporan tahun 2024 oleh kelompok hak asasi manusia terkemuka Israel, B'Tselem, menyatakan bahwa kekerasan seksual berulang kali dilakukan oleh tentara atau sipir penjara terhadap tahanan Palestina. IDF berulang kali membantah tuduhan pelecehan sistematis.
Tahun lalu, tim PBB juga menemukan informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa para sandera di Gaza mengalami pelecehan seksual dan terdapat alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa kekerasan seksual tersebut masih berlangsung di sana.
Utusan Khusus PBB untuk Kekerasan Seksual dalam Konflik, Pramila Patten, mengatakan bahwa tim menemukan alasan kuat untuk meyakini bahwa kekerasan seksual terkait konflik, termasuk pemerkosaan perorangan dan pemerkosaan berkelompok, terjadi selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel. Temuan ini merupakan temuan PBB paling definitif terkait tuduhan kekerasan seksual pascaserangan tersebut.
Israel mengelola beberapa fasilitas penjara yang menahan warga Palestina, termasuk Penjara Sde Teiman dan Ketziot di gurun Negev, Megiddo dan Gilboa di dekat Tepi Barat, Etzion di Jerusalem, dan masih banyak lagi. Musim panas lalu, Israel memindahkan ratusan tahanan Palestina dari Sde Teiman menyusul petisi dari kelompok-kelompok hak asasi manusia agar penjara itu ditutup. Pada September, Mahkamah Agung memperingatkan bahwa penjara tersebut harus mematuhi hukum, tetapi tidak memerintahkan pemerintah untuk menutupnya.
Danon pun menanggapi surat tersebut pada Selasa (13/8). "Sekretaris Jenderal sekali lagi memilih untuk menggunakan tuduhan tak berdasar yang berakar pada publikasi yang bias sebagai kata-katanya," katanya. Ia mendesak PBB untuk berfokus pada kekerasan seksual yang dilakukan oleh Hamas.
Pada Maret, satu komisi PBB menemukan bahwa Israel semakin sering menggunakan kekerasan seksual, reproduksi, dan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender lain terhadap warga Palestina sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk merongrong hak mereka atas penentuan nasib sendiri. Komisi tersebut juga menuduh Israel melakukan tindakan genosida melalui penghancuran sistematis fasilitas layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
Misi Israel untuk PBB di Jenewa dengan tegas menolak pernyataan tersebut pada saat itu. Ia menyebutnya sebagai upaya tak tahu malu untuk memberatkan militer Israel. (CNN/Fer/I-2)