WAKIL Ketua Umum Partai Amanat Nasional atau PAN Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno mengatakan tidak keberatan apabila Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merapat ke pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurut Eddy, masuknya partai banteng ke Kabinet Merah Putih justru bisa membantu meringankan beban pemerintah.
Dia menuturkan, beban pekerjaan atau tugas kenegaraan itu besar. Ia mencontohkan, target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa dicapai jika semua pihak bekerja sama. “Semakin banyak yang bisa ikut memikul beban yang berat ini, tentu akan semakin meringankan,” ujar Eddy pada Rabu, 6 Agustus 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Meski begitu, dia menyatakan tidak bisa berbicara atas nama PDIP ihwal kans partai itu masuk kabinet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada penutupan Kongres VI PDIP yang dihelat di Bali pada akhir pekan lalu telah menyatakan sikap politik partai. Dalam pidato politik perdananya sebagai ketua umum terpilih periode 2025-2030 itu, Megawati menegaskan. partai berlambang banteng moncong putih ini tidak memposisikan diri sebagai oposisi, namun tidak juga serta merta membangun koalisi kekuasaan.
Megawati menyebut tidak ada konsep oposisi-koalisi dalam sistem presidensial di Indonesia. Menurut dia, istilah opisisi dan koalisi pemerintah dikenal dalam sistem parlementer. Dia kemudian menegaskan, PDIP bersikap sebagai partai penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak.
Pernyataan sikap politik PDIP yang menyatakan diri bukan oposisi itu menimbulkan kekhawatiran berkurangnya pihak yang bisa melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan Prabowo. Sebab, PDIP satu-satunya partai parlemen yang berada di luar kabinet.
Menanggapi kekhawatiran itu, Eddy Soeparno mengatakan kalangan akademikus hingga media bisa juga mengemban tugas sebagai pengawas pemerintah. “Koreksi itu bisa dilakukan juga dari luar parlemen,” ucap Eddy.
Menurut Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu, suara masyarakat saat ini bisa diamplifikasi melalui berbagai saluran media, termasuk melalui media sosial. “Saya kira itu juga sudah merupakan bentuk koreksi dari luar dan pengawasan dari luar,” kata Eddy.