Jakarta, CNBC Indonesia - Pendiri Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam menilai terdapat 5 titik kebocoran penerimaan yang perlu diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan rasio perpajakan.
Menurutnya, kelima titik tersebut bersumber dari tiga fase utama dalam siklus perpajakan. Yakni transaksi ekonomi yang menjadi dasar aktivitas ekonomi nasional, basis pajak dari aktivitas ekonomi dan pajak terhutang yang merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.
"Dalam konteks transaksi ekonominya kita sudah mengalami kebocoran apa yang kita sebut sebagai shadow economy, kedua, ketika itu menjadi basis pajak, ketiga, ketika dari basis pajak menjadi pajak yang terhutang," ujar Darussalam dalam webinar daring Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Selasa (26/8/2025).
Dari ketiga fase utama tersebut, muncul 5 titik kebocoran. Pertama, adalah aktivitas ekonomi yang selama ini sulit dikenakan pungutan atau shadow economy. Darussalam menjelaskan berdasarkan data yang dihimpun, Indonesia menduduki peringkat kedua shadow economy terbesar di dunia.
Berdasarkan laporan International Monetary Fund (IMF) terkait Global Shadow Economy Report tahun 2025, shadow economy Indonesia mencapai 23,8% terhadap PDB.
"Shadow economy bisa yang sifatnya illegal. Tidak tercatat atau illegal. Apa itu yang sifatnya illegal? Ya, misalnya judi, dan prostitusi, dan sebagainya," ujar Darussalam.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam aktivitas shadow economy adalah bagaimana memajaki hal-hal yang bersifat ilegal tanpa harus melegalkan. "Ini yang menjadi tantangan kita bagaimana hal-hal yang sifatnya illegal itu bisa kita pajaki, tapi tidak dalam konteks kita melegalkan hal-hal yang sudah memang illegal tersebut. Tapi jangan sampai pajaknya juga tidak terambil atau tidak kita terima," ujarnya.
Kebocoran selanjutnya adalah penggelapan/penghindaran pajak dengan penempatan aset di luar negeri atau offshore tax evasion. Seperti yang diketahui, pemerintah pernah melakukan program tax amnesty pada tahun 2016-2017.
Melalui program tersebut, terlihat bahwa banyak aset warga negara Indonesia yang tersimpan di luar negeri. Khususnya Singapura, Hongkong, Swiss, dan negara lainnya.
"Itu sebanyak sekitar 20% tidak terdeteksi oleh otoritas pajak. Nah, ini yang menjadi tantangan bagi Indonesia bagaimana mendeteksi aset-aset dari subjek pajak dalam negeri Indonesia yang ditempatkan di offshore tax evasion," ujarnya.
Titik kebocoran ketiga adalah Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), yakni perusahaan multinasional memindahkan laba ke negara-negara dengan tarif pajak rendah melalui tiga skeman. Yakni transfer pricing, treaty shopping, dan skema team cap.
Menurutnya, pemerintah dapat kehilangan potensi Rp 23-28,6 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) melalui skema tersebut.
Di tengah kompetisi global, Indonesia turut memberikan berbagai insentif pajak untuk menarik investasi. Hal ini masuk dalam kategori tax expenditure atau belanja perpajakan. Namun Darussalam menilai perlu kehati-hatian dalam pemberiannya agar tidak terjadi kebocoran.
Menurutnya belanja perpajakan perlu kembali ditinjau agar sesuai target. "Ke depan ini kita lebih hati-hati, lebih tepat sasaran apakah memang jumlah yang diproyeksikan di tahun 2025 ini misalnya sebesar Rp 530 triliun itu memang benar-benar yang kita berikan atau masih memungkinkan nggak kita pilih-pilih lagi yang benar-benar yang bisa kita berikan sebagai insentif pajak. Jangan-jangan angkanya bisa kita tekan ya," ujarnya.
Titik kebocoran kelima adalah pajak terutang yang tidak dilaporkan dan tidak dibayar oleh wajib pajak. Menurutnya, hal ini mencerminkan lemahnya sistem penagihan dan kepatuhan pajak.
Kebocoran ini dapat berdampak kepada pendapatan negara yang sangat bergantung kepada perpajakan.
"Nah, jadi yang apa yang kita minta adalah gunakan uang pajak kita dengan bijak agar uang pajak itu memang digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga apabila uang pajak itu digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang terjadi adalah diharapkan kepatuhan secara sukarela akan terbentuk," ujarnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Langkah Strategis Tingkatkan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak RI