IKATAN Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus kejadian luar biasa (KLB) campak yang dilaporkan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso menilai KLB tersebut mencerminkan adanya kesenjangan cakupan imunisasi di Indonesia.
“Update terakhir, KLB campak sudah menyebar ke 14 provinsi dengan 46 wilayah terdampak. Ini bukti nyata adanya gap cakupan imunisasi yang menurun signifikan,” kata Piprim dalam seminar media yang digelar IDAI secara daring pada Rabu, 27 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Piprim, campak termasuk penyakit yang sangat menular, bahkan 4 sampai 5 kali lipat lebih mudah menular dibanding Covid-19. Karena itu, cakupan imunisasi Measles Rubella (MR) harus di atas 95 persen untuk mencapai kekebalan komunitas. “Kalau cakupan turun sampai 60 persen saja, KLB sudah bisa terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Piprim juga mengkritik pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, agar tidak hanya fokus pada urusan birokrasi. “Pak Menkes jangan sibuk mutasi-mutasi melulu. Masalah begini ini kerjaan Menkes seharusnya juga. Jangan sampai upaya promotif preventif dilupakan,” kata dia.
Ia menekankan perlunya edukasi publik yang berkesinambungan untuk menurunkan keraguan masyarakat terhadap imunisasi. Piprim menilai banyak orang tua masih ragu akibat informasi yang keliru atau pemberitaan yang tidak proporsional soal kasus pasca-imunisasi.
“Kadang media memberitakan bayi meninggal setelah imunisasi, padahal belum tentu karena imunisasi. Ini justru memicu kegalauan massal,” kata Piprim.
Lebih jauh, ia mengingatkan imunisasi adalah hak dasar anak yang melindungi mereka dari penyakit berbahaya dan berpotensi mencegah stunting akibat infeksi kronis berulang. Karena itu, IDAI mendorong pemerintah memastikan ketersediaan vaksin hingga pelosok, serta melibatkan tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk mendukung edukasi.
“IDAI siap berkolaborasi demi kesehatan anak Indonesia. Kami juga berharap media membantu menyebarkan informasi yang akurat agar masyarakat semakin percaya pada imunisasi,” kata Piprim.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, Ellya Fardasah melaporkan kasus campak pertama muncul pada Agustus 2024. Hingga 26 Agustus 2025, tercatat 2,139 kasus suspek campak, dengan 205 kasus terkonfirmasi laboratorium. Sebagian besar pasien adalah anak balita dan usia sekolah dasar.
“Rentang usia terbanyak 1-4 tahun dengan proporsi 53 persen, disusul anak usia 5-9 tahun sebanyak 29 persen,” kata Ellya.
Kemenkes juga menurunkan tim surveilans untuk mendampingi Dinas Kesehatan setempat, sekaligus memastikan ketersediaan dan distribusi vaksin aman.
Komite Ahli Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Anggraini Alam menegaskan campak dapat menyebabkan komplikasi serius, mulai dari pneumonia, diare berat, radang otak (ensefalitis), hingga SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)—penyakit saraf fatal yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi campak masa kanak-kanak dan belum ada obatnya. “Karena itu, imunisasi harus diberikan tepat waktu. Imunisasi MR dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan dan dosis kedua pada usia 18 bulan. Bila belum lengkap, segera lengkapi tanpa menunggu ada kasus di sekitar,” ujarnya.
Ia juga mengimbau orang tua untuk proaktif mengecek status imunisasi anak di Puskesmas atau Posyandu.
Direktur Imunisasi Kemenkes Prima Yosephine mengingatkan pencegahan adalah kunci agar KLB tidak meluas. "Kalau kita bisa menjaga cakupan imunisasi tetap di atas 95 persen, maka rantai penularan bisa diputus. Itu yang harus jadi komitmen bersama," kata dia.
Upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Kabupaten Sumenep telah dilakukan secara terkoordinasi oleh Kementerian Kesehatan bersama berbagai pihak terkait. Penyelidikan epidemiologi (PE) dan Survei Cepat Komunitas (SCK) dilakukan segera oleh tim gabungan dari Kemenkes, WHO, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, serta Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep.
Pada 15 Agustus 2025, Kementerian Kesehatan bersama pemangku kepentingan melakukan advokasi kepada Bupati Sumenep dan lintas sektor terkait, termasuk Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, Kominfo, Dinas Sosial, Dukcapil, Majelis Ulama Indonesia, PKK, Muslimat NU, Aisyiyah, Fatayat, Nasyiatul Aisyiyah, Himpaudi, IGTKI, serta IGRA.
Di hari yang sama, Kemenkes juga mengirimkan vaksin untuk pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) sekaligus menyosialisasikan serta memberikan edukasi kepada masyarakat. Analisis kasus secara rutin dilakukan dengan penyusunan laporan situasi (situation report) harian selama KLB berlangsung.