
KPK menggelar operasi tangkap tangan di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Kamis (26/6) malam. OTT itu terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Kedua, terkait proyek di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut. Nilai total kedua proyek tersebut yakni sebesar Rp 231,8 miliar.
Untuk pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, ada dua proyek yang diduga terindikasi korupsi, yakni:
Proyek Pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp 96 miliar; dan
Proyek Pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, dengan nilai proyek Rp 61,8 miliar.
Sementara itu, untuk perkara pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, proyeknya yakni:
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI Tahun 2023, dengan nilai proyek Rp 56,5 miliar;
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp 17,5 miliar;
Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025; dan
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2025.
KPK menyebut bahwa nilai dari proyek-proyek itu mencapai ratusan miliar rupiah.
"Sehingga, total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp 231,8 miliar," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).
Seperti apa konstruksi kasusnya?
Kasus Proyek Pembangunan Jalan di Dinas PUPR Sumut

Asep menyebut, pengadaan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut ini bermula saat Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar, melakukan survei offroad bersama Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, dan Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar, beserta staf UPTD Gunung Tua lainnya.
Survei tersebut dilakukan di Desa Sipiongot pada 22 April 2025 lalu. Dalam rangka meninjau lokasi proyek pembangunan jalan.
Asep menyebut, Topan kemudian memerintahkan Rasuli menunjuk Akhirun sebagai rekanan pengerjaan proyek pembangunan jalan tersebut. Namun, penunjukan itu dilakukan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Jadi, pada saat melakukan survei tersebut seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR [Akhirun] sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP [Topan], ini Kepala Dinas PUPR," ucap Asep.
"Di sini sudah terlihat perbuatannya. Meeting of mind-nya sudah terlihat bahwa ada kecurangan ada ditunjukkan, seharusnya ini kan melalui proses lelang yang memang benar-benar transparan gitu, ya, tidak ditunjuk seperti itu," terangnya.
Atas perintah itu, Akhirun kemudian dihubungi oleh Rasuli dan memberi tahu bahwa pada bulan Juni 2025 akan tayang proyek pembangunan jalan. Rasuli kemudian meminta Akhirun untuk menindaklanjutinya dengan memasukkan penawaran.
"Jadi, nanti proyek-proyek tersebut akan tayang ya dan tinggal masukkan penawarannya gitu," papar Asep.
Pada 23–26 Juni 2025, Akhirun pun memerintahkan stafnya untuk berkoordinasi dengan Rasuli dan staf UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut untuk mempersiapkan sejumlah hal teknis terkait proses e-katalog.
"Jadi, sudah dipersiapkan segala sesuatunya. Dari awal memang, PT DNG ini yang ditunjuk akan menjadi pemenangnya," terang Asep.
Selanjutnya, Akhirun bersama dengan Rasuli dan staf UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut pun mengatur proses e-katalog. Sehingga, kata Asep, perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dapat menang proyek pembangunan jalan tersebut.
"Untuk proyek lainnya disarankan agar penayangan paket lainnya diberi jeda seminggu agar tidak terlalu mencolok. Jadi, mereka juga sudah mengatur waktunya," tutur Asep.
"Jangan sampai dalam waktu yang berdekatan PT DNG itu menjadi pemenang, jadi terus-terusan dia menjadi pemenang proyek jalan tersebut. Jadi, diatur waktunya, diatur juga cara memasukkan syarat-syaratnya dan lain-lainnya," sambungnya.
Asep mengungkapkan bahwa atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Sumut itu, terdapat pemberian uang dari Akhirun untuk Rasuli yang dilakukan melalui transfer rekening.
"Jadi, ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu," kata Asep.
"Nah ini seperti uang muka gitu seperti itu, karena ada hitung-hitungannya seperti Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4 sampai 5 persen dari nilai proyek," imbuhnya.
Selain itu, kata Asep, juga diduga terdapat penerimaan lain oleh Topan Ginting dari Akhirun dan anaknya, M. Rayhan Dulasmi Pilang, selaku Direktur PT RN, melalui perantara.
"Jadi, tidak hanya melalui langsung, pemberian langsung, ada yang diberikan juga melalui perantara tadi kemudian juga ada yang diberikan melalui atau ditransfer melalui rekening," ujar Asep.
Kasus Proyek Pembangunan Jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut

Dalam perkara proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, Asep menyebut bahwa Akhirun bersama anaknya, Rayhan Dulasmi, selaku Direktur PT RN, juga telah mendapatkan sejumlah proyek pekerjaan di Provinsi Sumut sejak tahun 2023 hingga saat ini.
Proyek tersebut yakni:
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI Tahun 2023, dengan nilai proyek Rp 56,5 miliar dengan pelaksana proyek yakni PT DNG;
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp 17,5 miliar dengan pelaksana proyek adalah PT DNG;
Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025 dengan pelaksana proyek PT DNG; dan
Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2025 dengan pelaksana proyek PT RN.
Dalam pengadaan itu, Heliyanto bertindak sebagai PPK Satker PJN Wilayah 1 Sumut. Asep menyebut bahwa Heliyanto bertanggung jawab antara lain menandatangani dan mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan serta mengambil keputusan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja.
Asep menjelaskan, bahwa Heliyanto telah menerima sejumlah uang dari Akhirun dan Rayhan sebesar Rp 120 juta dalam kurun waktu Maret 2024–Juni 2025.
"Penerimaan uang tersebut adalah karena HEL [Heliyanto] telah melakukan pengaturan proses e-catalog untuk pekerjaan di Satker Wilayah I PJN Provinsi Sumut, sehingga PT DNG dan PT RN terpilih sebagai pelaksana pekerjaan tersebut di atas," ungkap Asep.
Dari dua konstruksi perkara itu, kata dia, diduga telah terjadi pemberian suap dengan Akhirun dan Rayhan selaku pemberi suap, serta Topan, Rasuli, dan Heliyanto yang merupakan pihak penerima suap.
"KPK selanjutnya melakukan gelar perkara dan menetapkan lima orang sebagai tersangka," pungkas Asep.
Adapun tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni sampai dengan 17 Juli 2025. Penahanan itu dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.