Laut China Selatan, yang jadi ladang konflik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi Laut Cina Selatan yang terus memanas dalam beberapa tahun terakhir membuat negara-negara di kawasan harus memutar otak untuk mencari solusi perdamaian dan keamanan bersama.
Eskalasi itu makin bertambah saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan kebijakan-kebijakan luar negeri yang kontroversi terutama untuk kawasan Asia Pasifik yang semakin memperluas perseteruan dengan Cina.
Terkait itu, The National Maritime Institute (Namarin) akan menggelar diskusi bertajuk Namarin Roundtable 2025: Strategic Considerations and Policy Shifts of Trump 2.0 on the South China Sea and the Responses of Southeast Asian Countries’ di Hotel Horison Ultima, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
Direktur Eksekutif The Namarin, Siswanto Rusdi mengungkapkan diskusi ini diharapkan menjadi solusi cerdas untuk merumuskan kebijakan luar negeri, khususnya bagi negara-negara ASEAN.
“Kita ingin melihat bagaimana perspektif kebijakan luar negeri negara-negara kawasan ini terhadap isu tersebut. Terutama dalam bidang keamanan maritim dan ekonomi,” kata Siswanto kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Maka dari itu, diskusi ini bakal dihadiri para delegasi negara tetangga dan pemikir maritim dalam negeri.
“Jadi situasi ini harus kita hadapi bersama dan dicari pangkalnya. Karena situasi ini akan berdampak pada masa depan kawasan,” katanya.
Direncanakan hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu di antaranya Kepala Pusjianmar Seskoal Laksma TNI Salim, Deputy Chief of Mission Philippine Embassy, Gonar Musor; perwakilan CSIS, Muhammad Waffaa Kharisma dan perwakilan dari De La Salle University Philippine, Renato Cruz de Castro.