
Militer Kerajaan Thailand secara keras mengutuk serangan sistematis yang menargetkan warga sipil oleh pasukan Kamboja. Juru bicara Militer Kerajaan Thailand, Mayor Jenderal Vithai Laithomya, mengatakan senjata jarak dekat menargetkan lingkungan perkotaan, rumah sakit dan rumah sakit, menyebabkan korban tewas dari warga sipil.
"Tindakan biadab ini telah merenggut nyawa dan melukai warga sipil yang tak berdosa," kata Vithai, dikutip dari Bangkok Post, Jumat (25/7).
Militer Thailand juga menyinggung bukti yang mengungkap keterlibatan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, dalam serangan di perbatasan. Ia menyebut serangan yang menargetkan warga sipil merupakan kejahatan perang dan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Hun Sen adalah eks PM Kamboja yang berkuasa selama seperempat abad. Berbagai pihak menyebut Hun Sen adalah orang terkuat secara politik di Kamboja.
Thailand juga meminta organisasi internasional dan komunitas global untuk melakukan investigasi independen untuk memastikan hukuman yang pantas bagi pelaku serangan.

Sementara wakil juru bicara Angkatan Darat Thailand, Jenderal Richa Suksuvanond, membantah tuduhan yang menyebut pasukan Thailand telah merebut wilayah kuil Preah Vihear. Dia bahkan menyebut berita itu sebagai berita palsu.
Dia melanjutkan, operasi militer terbatas pada respons terhadap target militer Kamboja dan wilayah di mana pasukan Kamboja telah merambah wilayah Thailand.
Konflik antara Thailand dan Kamboja di perbatasan semakin memanas, dan mencapai puncaknya pada Kamis (24/7) dalam baku tembak yang terjadi di perbatasan.
Namun, jika ditarik ke belakang, konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Di perbatasan Thailand dan Kamboja, ada kuil kuno Preah Vihear yang menjadi sumber konflik kedua negara.
Kuil itu akhirnya masuk dalam wilayah Kamboja berdasarkan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1962. Kuil Preah Vihear tetap menjadi isu sensitif dalam hubungan bilateral kedua negara.