REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmen Indonesia untuk memimpin upaya global mengakhiri polusi plastik. Pernyataan ini ia sampaikan dalam pertemuan bagian kedua sesi kelima Komite Perundingan Antarpemerintah (INC 5.2).
Dalam forum internasional tersebut, Hanif mengikuti pertemuan meja bundar tingkat menteri, dialog bisnis–pemerintah, pertemuan bilateral dengan pejabat Swiss, Inggris, dan Belanda, serta melakukan kunjungan ke fasilitas reuse lokal. Pada pertemuan meja bundar, Hanif menyampaikan keprihatinan Indonesia atas minimnya kemajuan negosiasi Global Plastic Treaty yang dinilai mendesak untuk segera mengatasi ancaman serius polusi plastik.
“Perlunya proses negosiasi yang inklusif, adil, dan menghargai kondisi unik setiap negara, khususnya negara berkembang yang membutuhkan dukungan teknologi, pembiayaan, dan investasi dari negara maju,” kata Hanif dalam pernyataannya, Sabtu (16/8/2025).
Hanif menjelaskan, Indonesia telah menargetkan 100 persen sampah, termasuk plastik, dikelola dengan baik pada 2029. Upaya ini mencakup penghapusan plastik bermasalah, pengurangan bahan kimia berbahaya, perbaikan pencemaran yang ada, dan pencegahan kebocoran plastik ke lingkungan.
Dalam dialog bersama Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global yang mewakili lebih dari 300 perusahaan rantai nilai plastik, Hanif menyatakan dukungan pada tiga poin utama: penghapusan produk dan bahan kimia bermasalah, penerapan desain produk berkelanjutan, serta implementasi sistem Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas atau Extended Producer Responsibility (EPR).
EPR merupakan kebijakan yang meminta produsen bertanggung jawab penuh atas siklus hidup produk, termasuk saat sudah menjadi limbah. Tanggung jawab tersebut meliputi pengumpulan, pemilahan, daur ulang, hingga pembuangan yang aman. Dengan demikian, beban pengelolaan limbah tidak hanya ditanggung pemerintah atau masyarakat, tetapi juga produsen.
“Langkah ini sejalan dengan prioritas Indonesia mendorong ekonomi sirkular, inovasi, dan investasi infrastruktur pengelolaan sampah di lebih dari 500 kabupaten/kota,” ujar Hanif.
Dalam pertemuan bilateral, Inggris menawarkan dukungan teknis, penelitian, dan pendanaan untuk mencegah kebocoran plastik ke sungai dan laut. Kerja sama juga mencakup perlindungan keanekaragaman hayati, pengendalian banjir di Sungai Ciliwung, serta pengembangan ekonomi sirkular.
Sementara itu, pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup Belanda, Christianne van der Wal-Zeggelink, membahas pengelolaan sampah menjadi energi, desain produk berkelanjutan, dan kerja sama perguruan tinggi dalam inovasi plastik ramah lingkungan. “Kedua negara juga sepakat memperkuat kemitraan dalam forum G20 dan UNEA, serta mempercepat penyelesaian perjanjian plastik global,” kata Christianne.