Ladies, kamu sudah pernah dengar soal istilah seksisme? Iya, seksisme berarti suatu kepercayaan kalau satu jenis kelamin itu lebih superior daripada jenis kelamin lainnya. Nah, ternyata ada juga loh istilah botanical sexism atau seksisme botani. Kok, bisa ya ada seksisme di tanaman? Simak artikel di bawah ini untuk penjelasannya, ya.
Apa itu istilah botanical sexism?
Jadi, sama halnya dengan makna seksisme, botanical sexism atau seksisme botani menurut Cordis berarti kecenderungan perencana kota untuk menggunakan tanaman jantan karena kekhawatiran akan buah yang dihasilkan oleh pohon betina. Misalnya, khawatir nanti pohon-pohonnya harus lebih sering dirawat, menarik hama yang tidak diinginkan, dan mengotori jalanan dengan buah yang jatuh.
Istilah yang diciptakan oleh seorang ahli hortikultura bernama Thomas Orgen menimbulkan pertanyaan seperti, “memang kenapa kalau lebih banyak pohon jantan yang ditanam?”.
Nah, ternyata dari tendensi penanaman pohon jantan yang terlihat “sepele” ini, berpotensi timbul masalah yang serius, Ladies.
Masalah yang timbul dari botanical sexism
Pemilihan tanaman di ruang hijau perkotaan perlu dipikirkan juga tingkat alergenitasnya. Di Indonesia, istilah alergi pollen atau alergi terhadap serbuk sari mungkin belum banyak diketahui orang. Sementara itu, negara seperti Jepang, Australia, dan Amerika Serikat lebih peka mengenai masalah ini.
Dilansir Guardian, salah satu kota di Jepang, Tokyo, merupakan wilayah yang rawan alergi pollen. Survei pemerintah setempat menemukan bahwa setengah populasi kota ini menderita hay fever. Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global yang diperkirakan 10–30%.
Alergi pollen memiliki bahaya seperti menyebabkan asma, rinitis, sampai gangguan kulit dan lebih banyak memengaruhi anak-anak. Berdasarkan pedoman Rinitis Alergi dan Dampaknya terhadap Asma (ARIA), rhinitis alergi diperkirakan mempengaruhi sekitar 500 juta orang.
Lalu, hubungannya alergi ini dengan botanical sexism apa, ya?
Bias terhadap spesies pohon jantan ini menyebabkan jumlah serbuk sari (organ reproduksi tanaman jantan) terlepas dalam jumlah besar. Serbuk sari ini dapat meningkatkan konsentrasi alergen di udara dan berpotensi memperburuk gejala alergi pada orang yang sensitif, Ladies.
Namun, ini tidak berlaku untuk semua tanaman. Karena ada juga tanaman yang bersifat monoecious alias memiliki organ reproduksi jantan dan betina dalam satu individu. Itu artinya istilah "botanical sexism" lebih relevan untuk spesies monoecious yang telah diklon menjadi jantan atau spesies dioecious yang terpisah jantan dan betina seperti pohon ginkgo, pohon dedalu, dan pohon melinjo.
Kalau kamu kerap mengalami reaksi alergi seperti bersin-bersin berulang, hidung tersumbat, mata berair yang terasa gatal dan merah, tenggorokan iritasi, sampai batuk dan kelelahan, bisa jadi kamu mengidap rhinitis alergi yang penyebabnya bisa dipicu serbuk sari, debu, atau bulu hewan.
Untuk menghindari spekulasi dan menjaga keseha...