San Jose State University, mencatat sejarah baru di mana lebih dari 40 ribu mahasiswa baru mendaftar pada semester musim gugur ini, jumlah tertinggi dalam 168 tahun berdirinya universitas tersebut.
“Ini adalah kelas baru terbesar sepanjang sejarah universitas,” tulis Presiden Cynthia Teniente-Matson dalam email sambutan untuk mahasiswa baru, pada 25 Agustus 2025.
Berlokasi di Santa Clara County, California, di jantung Silicon Valley, San Jose State University dikenal sebagai kampus dengan tingkat penempatan kerja tinggi di perusahaan teknologi raksasa. Awal tahun ini, kampus tersebut bahkan menyalip Stanford untuk meraih peringkat pertama dunia dalam hasil penyerapan kerja mahasiswa internasional.
Namun, di balik angka pendaftaran yang memecahkan rekor, muncul kenyataan pahit, lulusan IT makin sulit mencari pekerjaan akibat pengaruh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Sejak tahun lalu, perusahaan teknologi besar yang gencar berinvestasi di generative AI melakukan pemutusan kerja massal. Permintaan untuk developer tingkat pemula anjlok drastis karena posisi itu dianggap paling rentan digantikan otomatisasi.
Alhasil, banyak lulusan ilmu komputer (IT) kehilangan arah karier. Tak sedikit yang akhirnya memilih kembali ke kampus untuk melanjutkan studi, mendorong lonjakan jumlah mahasiswa baru di kawasan dekat Silicon Valley.
Suasana kampus pekan lalu menggambarkan keresahan itu. Mahasiswa tampak berkeliling dengan laptop dan resume di tangan, namun wajah mereka diliputi kecemasan. Banyak yang gagal memenuhi persyaratan kerja yang lebih ketat. Bagi mahasiswa asing, situasinya semakin pelik. Kebijakan imigrasi era Donald Trump membuat banyak tawaran kerja ditarik kembali.
“Saya melamar ke mana pun, bahkan untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak saya inginkan. Yang penting punya pijakan awal.”
Bukan hanya mahasiswa baru, pekerja berpengalaman pun ikut kembali kuliah. Choi Jung-hyun, lulusan magister ilmu komputer di New York yang sempat bekerja tiga tahun di perusahaan besar, memutuskan mendaftar ulang semester ini untuk fokus belajar AI.
“Saya melihat bukan hanya level entry, tapi juga posisi junior mulai digantikan AI. Itu sebabnya saya kembali ke kampus,” katanya.
Raksasa teknologi global kini tengah gencar melakukan perombakan. Google, misalnya, sempat menawarkan pensiun dini lintas divisi kepada karyawannya pada Juni 2025. Sementara Microsoft memangkas 15 ribu karyawan sepanjang 2025. Menurut analis, langkah ini adalah bagian dari strategi penghematan demi menutup biaya investasi AI bernilai miliaran dolar.
Startup pun tak jauh berbeda. Banyak yang memilih memakai alat AI ketimbang merekrut lulusan baru. Data SignalFire menunjukkan hanya 6 persen perekrutan startup tahun lalu berasal dari fresh graduate.