
KPK memeriksa tiga orang mantan staf khusus (stafsus) eks Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Adapun mereka yang diperiksa yakni terdiri dari dua orang mantan stafsus Menaker 2019–2024 Ida Fauziyah, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, serta satu orang stafsus Menaker 2014–2019 Hanif Dhakiri, Luqman Hakim.
"Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi tindak pidana korupsi terkait pengurusan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)," ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (16/7).
Pemeriksaan ketiganya berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ketiganya telah memenuhi panggilan dan tengah diperiksa penyidik dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Belum ada komentar atau tanggapan dari para mantan stafsus Menaker itu terkait pemanggilan KPK.
KPK juga belum membeberkan lebih lanjut terkait pemeriksaan ketiganya, termasuk keterangan yang ingin digali oleh penyidik terkait kasus tersebut.
Pemeriksaan ini merupakan yang kedua kalinya bagi ketiga mantan stafsus tersebut. Untuk Caswiyono Rusydie dan Risharyudi Triwibowo, keduanya menjalani pemeriksaan perdana pada Selasa (10/6) lalu.
Dalam pemeriksaan itu, mereka digali penyidik soal aliran dana hasil pemerasan kepada para calon TKA.
"Didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA, dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan," kata Budi dalam keterangannya, Rabu (11/6) lalu.
Sementara itu, Luqman Hakim menjalani pemeriksaan pertama pada Selasa (17/6) lalu.
Dalam pemeriksaan itu, Budi menyebut bahwa Luqman Hakim didalami soal dugaan aliran dana pemerasan TKA ke para stafsus Kemnaker.
"Penyidik mendalami dugaan adanya aliran dana pemerasan TKA ke para stafsus Kemnaker," ucap Budi kepada wartawan, Rabu (18/6) lalu.
Adapun dalam kasus dugaan pemerasan ini, KPK telah menjerat sebanyak delapan orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023, Suhartono.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.
Direktur PPTKA tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
Direktur PPTKA tahun 2024–2025, Devi Angraeni.
Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025, Gatot Widiartono.
Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025, Putri Citra Wahyoe.
Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025, Jamal Shodiqin.
Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025, Alfa Eshad.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang tersangka itu. Pencegahan tersebut mulai dilakukan sejak Rabu (4/6) lalu dan berlaku selama enam bulan ke depan.
Dalam kasusnya, para tersangka itu diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar izin kerja calon TKA bisa diterbitkan.
Total, dari 2019, para tersangka telah meraup uang hingga Rp 53,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.