KPK melakukan pemeriksaan terhadap eks Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Jaja Jaelani, terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 di lingkungan Kemenag.
Jaja diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9) kemarin.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut untuk melengkapi berkas pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan pada Kamis (28/8).
"Kalau tidak keliru di hari Kamis pekan lalu, sudah dijadwalkan dan dilakukan pemeriksaan, namun karena penyidik masih membutuhkan keterangan tambahan, maka kemudian yang bersangkutan hadir kembali untuk memberikan keterangan dimaksud pada hari kemarin," ujar Budi kepada wartawan, Selasa (2/9).
"Artinya itu memang untuk melengkapi pemeriksaan sebelumnya, jadi tidak kita jadwalkan atau tidak kita berikan lagi surat panggilan untuk pemeriksaan, jadi hanya untuk melengkapi pemeriksaan sebelumnya," jelas dia.
Budi menyebut, penyidik mendalami pengetahuan Jaja mengenai hasil keputusan pembagian kuota haji yang diduga tak sebagaimana mestinya.
Dalam pelaksanaan haji 2024, diduga terjadi pengaturan kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu dengan persentase 50%-50% antara haji reguler dengan haji khusus. Padahal dalam aturan pembagian untuk haji khusus hanya 8% saja.
"Jadi saksi-saksi yang kemarin dipanggil dimintai keterangan, termasuk didalami terkait dengan diskresi pembagian kuota," ucap dia.
"Jadi penyidik menduga saksi yang dipanggil pada hari kemarin, diduga mengetahui soal kronologi pembagian dari kuota tambahan tersebut," imbuhnya.
Pada 2024, Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota tambahan haji. Diduga, pihak asosiasi travel haji mengetahui informasi itu lalu membahas pembagian dengan Kemenag.
Asosiasi ini berupaya mendapatkan kuota haji khusus lebih dari 8 persen sebagaimana aturan yang berlaku.
Kemudian, diduga ada rapat yang menyepakati kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler 50%-50%.
Keputusan itu juga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan SK itu dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan para pihak travel yang mendapat kuota haji khusus tambahan ke oknum di Kemenag.
Besaran setoran yang dibayarkan berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota. Perbedaan biaya tersebut bergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.
Uang itu diduga disetorkan para travel melalui asosiasi haji. Nantinya, dari asosiasi haji itu akan menyetorkan ke oknum di Kemenag. KPK masih mengusut sosok oknum itu.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang disebabkan kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.