Pada tanggal 27 Agustus 2025, Muhammad Zakiyullah Romdlony (Kang Zaki) mempertahankan disertasi bertajuk “Relevansi Al-Qur’an dan Sains Modern: Sintesis Epistemologi Baru yang Menggabungkan Rasionalitas, Empirisisme, dan Transenden” di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Disertasinya menarik karena promovendus tujuh tahun lalu, juga mempertahankan PhD Control Systems di Universitas Groningen, Belanda.
Disertasi kedua berangkat dari kegelisahan akademik adanya dikotomi ilmu: seakan-akan sains modern berdiri di satu sisi, agama di sisi lain, keduanya berjalan sendiri tanpa jembatan. Dalam pandangan Islam klasik, ilmu adalah satu kesatuan. Fisika, matematika, kosmologi, hingga tafsir. Semuanya mengalir dari sumber yang sama: Allah, Sang Maha Mengetahui. Menurut Kang Zaki, yang lama menimba ilmu di salah satu Pesantren di Kota Tasikmalaya ini, pemisahan yang kaku tersebut justru membuat umat kehilangan pijakan epistemik.
Melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan filosofis-analitis, ia merumuskan tiga tujuan utama: Pertama, menelusuri pandangan ulama Muslim klasik hingga kontemporer tentang relasi sains dan Al-Qur’an. Kedua, mengkritik ateisme dan scientisme, yang menolak otoritas agama dalam ranah pengetahuan. Ketiga, merumuskan epistemologi integratif yang bisa diaplikasikan untuk menjawab tantangan zaman.
Menurut disertasi Kang Zaki, banyak upaya integrasi sebelumnya masih bersifat apologetik: hanya “membela” agama dari tuduhan sains modern, tanpa menyajikan sintesis yang kokoh. Ia menawarkan sesuatu yang berbeda. Sintesisnya memadukan tiga pilar: (1) Burhān Aṣ-Ṣiddīqīn: metode filsafat Islam klasik yang membuktikan kebenaran melalui keberadaan Yang Mutlak; (2) Logico-hypothetico-verificative method: metode ilmiah ala Baconian yang menjadi dasar sains modern; (3) Prinsip Wahyu Memandu Ilmu: kerangka aksiologis dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Dari sini lahirlah tiga tahap metodologis: Tanzīlī yang berangkat dari wahyu, Burhānī yang berbasis rasional-empiris, dan Taḥqīqī berwujud verifikasi dan aplikasi nyata. Sintesis epistemologi ini tidak berhenti di tataran konsep namun mengujinya pada tiga studi kasus.
Pertama, kosmologi: bagaimana memahami asal-usul alam semesta, bukan sekadar melalui Big Bang, tapi juga melalui kacamata Qur’ani. Kedua, bioetika: perdebatan seputar editing genetik dan bagaimana Al-Qur’an memberi bingkai moral-spiritual. Ketiga, ekologi: krisis lingkungan yang tak cukup dijawab oleh sains teknis, tetapi butuh orientasi nilai dan transendensi.
Hasilnya, model integratif ini bukan hanya menjawab kelemahan scientisme yang terlalu percaya pada sains seolah serba bisa, tetapi juga menegaskan kembali otoritas epistemik Al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan yang sahih.
Secara singkat, sintesis epistemologi Kang Zaki adalah Epistemologi Tawhidi, yaitu sebuah kerangka berpikir yang mengembalikan ilmu pada fitrahnya: menyatu dengan kebenaran transenden (tauhid). Dampaknya tidak kecil karena jika diterapkan secara konsisten, model ini bisa melahirkan peradaban ilmu yang unggul, holistik, dan berkeadilan. Sains tidak lagi steril dari nilai, agama tidak lagi dianggap “pengganggu” sains. Keduanya saling melengkapi dan saling menguatkan.
Di samping disertasinya yang menarik, perjalanan akademik Kang Zaki juga unik seperti jalur ganda: satu kaki menapak kuat di dunia teknologi modern yaitu S1-S2 Teknik Elektro ITB, S3 di Universitas Groningen, dan satunya lagi berakar dalam pada ilmu-ilmu agama dari Pesantren selama nyantri di Tasikmalaya dan Jombang. Keduanya tidak berjalan sendiri, tetapi dipertemukan dalam sebuah sintesis yang indah.
Selama menempuh doktor di bidang Control and Systems for Robotics di Belanda, Kang Zaki tidak hanya bergelut dengan riset dan jurnal internasional, tetapi juga memimpin sebuah komunitas bernama deGromiest—organisasi muslim asal Indonesia yang bermukim di Groningen. Anggotanya beragam: mahasiswa S1 hingga PhD, juga keluarga keturunan Indonesia-Suriname yang menetap di Belanda.
Karakter utama deGromiest adalah keswadayaan: kegiatan lahir dari, oleh, dan untuk anggota. Tak ada sponsor besar, tak ada lembaga yang mengikat karena semua berjalan dengan semangat kebersamaan. Di bawah kepemimpinan Kang Zaki, kegiatan memperhalus bacaan Qur’an (tahsin) dan membiasakan menghafal (