REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganalisis kucuran dana perkara pembagian kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). KPK mengendus ada pejabat Kemenag yang mendapatkannya demi mengegolkan praktik dugaan kecurangan kuota haji.
Hal itu dikatakan KPK pascamemeriksa mantan menteri agama (menag) Yaqut Cholil Qoumas pada 1 September 2025. "Ada dugaan aliran uang ya, atau kutipan terkait dengan kuota penyelenggaraan ibadah haji ini ya, dari para biro jasa atau biro perjalanan haji ini kepada pihak-pihak tertentu di Kementerian Agama,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).
Walau demikian, KPK ogah mengungkap secara lengkap siapa saja yang dicurigai mendapat kucuran fulus haram dalam perkara tersebut. Hal ini ditelusuri lewat pemeriksaan sejumlah saksi dari kelompok pihak swasta.
“Itu kemarin KPK juga terus mendalami informasi itu baik dari para biro perjalanan, dari para asosiasi dan juga dari para pihak di Kementerian Agama,” ucap Budi.
KPK menjamin pemeriksaan menyasar para saksi berlangsung terus guna menelusuri informasi dari biro perjalanan, asosiasi, dan pejabat di Kemenag. “KPK terus mendalami informasi ini baik dari biro perjalanan, asosiasi, maupun pihak Kementerian Agama. Pemeriksaan terkait hal itu juga dilakukan hari ini,” ujar Budi.
Di sisi lain, KPK tak menutup kemungkinan memeriksa Yaqut lagi. Tercatat, Yaqut sudah diperiksa dua kali oleh KPK. Yaqut juga sudah dicegah keluar negeri dalam perkara ini.
"Nanti sesuai kebutuhan penyidik. Jadi, kalau memang masih dibutuhkan (keterangan Yaqut) untuk dilakukan pemanggilan, tentu akan dilakukan pemanggilan," ucap Budi.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.
KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.