
Iyah (40 tahun) dan suaminya Dating, diduga memaksa 6 anak kandungn mereka ikut mengemis di jalanan. Tapi, Iyah membantah tudingan ini.
Iyah beralasan terpaksa membawa anaknya ke jalanan karena tidak mau ditinggal jauh olehnya.
"Demi Allah emak mah nggak maksa mereka ikut-ikut, cuma yang paling kecil kan pengin ikut, pengin bareng emak wae. Gantian ngikut itu juga sebetulnya sudah dibilangin nggak usah ikut," ungkap Iyah saat berbincang dengan kumparan di Rumah Singgah Dinsos Karawang, Kamis (26/6).
Disinggung soal anak bungsunya yang disebut sering dalam kondisi telanjang, ia juga membantah. Iya mengaku anaknya lebih sering telanjang lantaran tak betah diberi pakaian.
Terlebih saat terjaring razia Dinsos Karawang beberapa waktu lalu, anaknya baru selesai dimandikan.
"(Pakai) celana nggak betah, jadi ke mana-mana jarang pakai kalau tidur di jalan. Sering sih dipakein cuma kan suka dibuka-buka lagi," ujarnya.
"Kemaren itu pas habis mandi, pengin tidur nggak mau pakai celana. Bukan sengaja nggak dikasih baju kok," tambah dia.
Akui dapat bantuan pemerintah
Iyah tak memungkiri pernah mendapat bantuan dari pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Rumah tidak layak huni (Rutilahu).
"Emak dapet PKH, tapi berhubung anak nggak sekolah diberhentiin, terus Rutilahu pernah dapet waktu dulu rumah emak kahuruan (kebakaran). Tapi ya gitu di rumah juga kita mah nggak punya sumur, tidur juga ngampar," ucapnya
Dua anak sempat bersekolah
Dari keenam anaknya, Iyah mengaku dua anaknya sempat bersekolah tingkat SD, namun berhenti lantaran keterbatasan biaya. Sehingga saat ini keenam anaknya tidak sekolah semua.
6 anak itu terdiri dari anak berusia 21 tahun, 17 tahun, 15 tahun, 12 tahun, 10 tahun dan paling kecil balita berusia 3 tahun.
"Yang paling gede sempet (sekolah), di MI, kalau ditawarin sekolah lagi sama gurunya katanya nggak mau, soalnya suka diledekin kalau di sekolah. Sekarang mah nggak mau, jadi kuli tenda," kata dia.
Iyah menegaskan tidak pernah sengaja meminta-minta. Dia mengaku hanya berkeliling memulung gelas plastik untuk dijual lagi ke pengepul.
Sementara suaminya, Dating, cuma buruh serabutan yang penghasilannya tak menentu.

"Ada yang ngasih mah, Rp 10 ribu, Rp 5 ribu, enggak pernah emak minta-minta misalkan liar ke mana di Telagasari, nggak minta kok," seru Iyah.
"Ngandelin (suami) kuli tandur doang mah enggak pasti, paling dapetnya Rp 30 ribu sehari. Misal ke Telagasari ngerongsok, ya gitu kan, naik motor suami mah ngerongsok, suka ada yang ngasih dia yang bakar sampah," jelasnya.
Pengakuan Anak
DN (17 tahun), satu dari enam anak yang diduga dipaksa mengemis oleh kedua orang tuanya, menolak jika harus melanjutkan kembali sekolah.
Dinas Sosial (Dinsos) Karawang mulanya berencana menyekolahkan 6 anak Iyah agar mendapatkan hak pendidikan yang layak.
"Enggak mau. Malu ah udah gede," ucap DN ditemui di Rumah Singgah Dinsos Karawang, Kamis (26/6).
Di samping itu, ia mengaku sudah menikah sejak dua bulan lalu, sehingga tidak tidak terlintas di pikirannya harus kembali bersekolah.
"Iya udah ada suami. Suami kerjanya ngikut orang bikin lemari," katanya.
Saat ini ia cuma ingin kembali pulang ke rumahnya. Urusan ekonomi, ia pasrahkan sepenuhnya pada suami dan kedua orang tuanya.
"Rumah sendiri belum ada. Kadang nginep di rumah suami, kadang di rumah (sendiri). Sekarang mah pengin ngikut suami aja gimana-gimananya," tutur DN.
Jalani rehabilitasi 7 hari ke depan
Pekerja Sosial Ahli Pertama Dinas Sosial (Dinsos) Karawang, Asep Riyadi, menjelaskan ibu dan dua anak yang tertangkap tangan tengah mengemis ini akan menjalani rehabilitasi selama sepekan ke depan.
Berdasarkan catatan, keluarga tersebut sebelumnya juga pernah terjaring razia saat mengemis sambil membawa anak.
Oleh karenanya, pihaknya tidak mau gegabah memulangkan mereka. Dinsos Karawang menginginkan kasus semacam ini tidak terus berulang-ulang tanpa output yang jelas.
"Intinya kami bukan menjauhkan ibu dari anak-anaknya, tapi kami menginginkan sesuatu yang memang bermanfaat ke depannya. Kita tangani hal begini banyak dan sudah capek dibohongi. Kita pengin bener-bener solusi tepat sasaran dan memberikan efek jera ke yang bersangkutan," jelasnya.
"Kalau langsung dipulangin terus disangkanya kita penanganan bohong-bohongan. Ngambil, nangkep, dipulangin keluarga, nanti balik lagi, gitu aja terus," tandas Asep.