
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mencecar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal ritual melarung. Jaksa mendalami soal kebiasaan para caleg PDIP yang menggelar ritual untuk memenangkan kontestasi politik.
Hal tersebut terjadi saat Hasto diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6).
Pertanyaan jaksa itu bermaksud untuk mengkonfirmasi keterangan staf Hasto, Kusnadi, pada persidangan sebelumnya. Kusnadi menyatakan perintah melarung yang disampaikan bukan terkait menenggelamkan handphone melainkan pakaian.
"Kemarin di persidangan, Kusnadi menyebutkan terkait perintah tadi yang disampaikan rekan kami mengenai menenggelamkan itu, menyebutkan bahwa itu melarung, melarung sesaji," kata jaksa.
"Nah saya tanyakan waktu itu apakah memang ada kebiasaan di DPP itu bahwa untuk caleg itu untuk menang dia harus melakukan ritual-ritual? Kemudian disampaikan Kusnadi seperti itu? Apakah memang seperti itu yang Saudara ketahui sebagai sekjen PDIP?" tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Hasto mengatakan, istilah melarung yang muncul dalam persidangannya adalah kegiatan Kusnadi menenggelamkan pakaiannya. Ia mengakui, memang ada budaya untuk melarung di PDIP.
"Jadi kalau larung memang itu menjadi bagian dari kultur yang kami bangun. Terutama setelah kami berada di dalam pemerintahan karena tekanannya kuat sekali," jelas Hasto.
Bahkan, Hasto mengaku kerap melakukan ritual naik gunung setiap malam tahun baru. Hal itu ia lakukan selama 9 tahun terakhir saat PDIP menjadi partai pemenang pemilu.
"Sehingga setiap malam tahun baru, selama 9 tahun berturut turut saya ini selalu naik gunung, mendoakan Bu Mega, mendoakan Pak Jokowi, mendoakan bangsa dan negara agar Indonesia ini baik," ucap dia.
"Nah dari situlah ada tradisi melukat, ada tradisi melarung yang dilakukan ini budaya kita, kultur kita memang orang jawa itu banyak melakukan di Yogya itu melarung di Gunung Merapi ada, kemudian di Parang Kusumo ada," tambahnya.
Terkait dengan ritual yang biasa dilakukan masing-masing caleg, Hasto juga tak menampiknya.
"Nah di luar itu satu pertanyaan dari JPU tadi ada juga yang melarung dalam konteks motif-motif khusus, mau jadi bupati ikut, kemudian berdoa, ada yang berendam dan sebagainya," beber Hasto.
Kasus Hasto
Dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.