Jakarta mulai menyusun Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) sebagai bagian dari penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai menyusun Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) sebagai bagian dari penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Proses ini melibatkan OPD, BUMD, BUMN, pelaku usaha, mitra swasta, hingga lembaga nonpemerintah, serta diperkuat dengan pelatihan penggunaan Sistem Registri Nasional (SRN).
Kepala Biro Pembangunan Lingkungan Hidup Setda DKI Iwan Kurniawan mengatakan penerapan NEK menjadi instrumen penting dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sekaligus menjadi alternatif pendanaan pembangunan. “Jakarta sebagai kota global punya tanggung jawab besar menurunkan emisi. Dengan kesiapan tim kerja melaporkan aksi mitigasi lewat SRN, diharapkan target Net Zero Emission (NZE) 2050 bisa tercapai,” kata Iwan dalam pernyataannya, Jumat (22/8/2025).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Asep Kuswanto menambahkan Pemprov DKI memiliki dasar hukum kuat untuk menjalankan NEK, antara lain Pergub No. 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Kepgub No 28 Tahun 2025 tentang Tim Kerja NEK. “Penyusunan DRAM dilakukan enam pokja, mulai dari perencanaan hingga kerja sama. Kegiatan ini melibatkan seluruh pihak agar NEK berjalan efektif, sejalan dengan RPJMD dan RKPD,” ujarnya.
Deputi KLH Rully Dhora Carolyn menegaskan setiap aksi mitigasi wajib melalui proses Measurement, Reporting, Verification (MRV) dan dilaporkan ke SRN. Hasilnya akan berupa Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK) yang dapat diperdagangkan dalam skema karbon.
“Langkah ini bukan hanya menghasilkan insentif hijau, tetapi juga memperkuat reputasi Jakarta sebagai kota global ramah lingkungan,” kata Rully.
Menurutnya, perdagangan karbon merupakan strategi penting mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia serta NZE 2050.