Istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi merespons soal Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal anggaran mobil dinas bagi pejabat eselon I yang hampir menyentuh angka Rp 1 miliar.
Prasetyo mengungkapkan bahwa angka itu adalah standar biaya. Namun, tak ada kewajiban agar semua anggarannya dibelanjakan.
“Setiap tahun yang namanya pemerintah itu pasti harus keluarkan standar biaya. Jadi kalau kita belanja ada aturan mainnya gitu,” ujar Prasetyo kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (10/6).
“Bukan makanya itu harus terbelanjakan sebesar itu, tidak,” lanjutnya.
Saat disinggung terkait efisiensi, politisi Gerindra itu mengatakan bahwa makna dari efisiensi adalah mengalihkan kegiatan yang lebih produktif. Menurutnya, tak ada masalah anggaran mobil dinas tersebut dengan efisiensi yang sedang digencarkan pemerintah.
“Efisiensi itu kan bukan berarti terus tidak boleh ngapa-ngapain gitu kan. Tapi efisiensi itu kan filosofinya adalah diperuntukkan kegiatan yang lebih produktif,” ujarnya.
“Sebagaimana tadi saya sudah jelaskan, kalaupun di situ keluar angka bukan berarti itu pasti harus dikeluarkan,” tutup dia.
Anggaran pengadaan mobil dinas bagi eselon I itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang standar biaya masukan tahun anggaran 2026. PMK itu diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 20 Mei 2025.
Dalam aturan tersebut, nilai pengadaan mobil dinas pejabat eselon I ditetapkan sebesar Rp 931,64 juta per unit untuk pengadaan tahun 2026. Anggaran belanja mobil dinas ini naik dibandingkan tahun ini yang sebesar Rp 878,91 juta per unit.
Sebelumnya, Direktur Sistem Penganggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lisbon Sirait menuturkan, penentuan standar biaya ini berdasarkan harga rata-rata di pasaran. Menurut dia, pemerintah mempertimbangkan pengadaan mobil listrik sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan untuk kendaraan dinas pejabat eselon I. Dia juga membantah penentuan standar biaya dalam kebijakan terbaru tidak mempertimbangkan efisiensi anggaran.
“Jadi memang kenaikan itu karena ada kita pertimbangkan pengadaan mobil listrik dengan spek yang telah ditentukan. (Efisiensi) dari sisi penganggaran itu dengan mengoptimalkan kendaraan yang sudah ada, dan bahkan ada pembatasan-pembatasan mengenai kendaraan dinas dari pemerintah,” kata Lisbon dalam media briefing Kebijakan SBM TA 2026 di Kantor Kemenkeu, Senin (2/6).
Kendaraan dinas yang diprioritaskan untuk tahun depan kemungkinan mempertimbangkan jenis kendaraan dan optimalisasi kendaraan yang ada. Sehingga alokasi penganggaran sebesar Rp 931,64 juta tersebut dianggap sudah pada level yang efisien.
“Standar biaya ini adalah standar atau satuan biaya yang memang berdasarkan harga pasar. jadi yang (Rp 870 juta) ke Rp 900 juta itu karena ada peluang untuk menggunakan kendaraan listrik yang rata-rata dengan spek yang sama memang lebih mahal,” jelasnya.