Israel menggerebek tempat penukaran uang di Ramallah, Tepi Barat dan menyita uang USD 447 ribu (setara Rp 7,3 miliar). Mereka menuduh uang itu digunakan untuk mendanai Hamas.
Mengutip AFP, Rabu (27/8), organisasi nonprofit Bulan Sabit Merah melaporkan penggerebekan yang dilakukan pada Selasa (26/8) itu juga menyebabkan puluhan warga Palestina terluka, meski jumlah pastinya tidak disebutkan.
Menurut kepolisian Israel, penggerebekan dilakukan oleh pasukan polisi perbatasan. Mereka menyita uang dalam berbagai mata uang asing, termasuk dolar AS, dinar Yordania, dan Euro.
"Pasukan menyita sejumlah besar uang dalam mata uang asing dan lokal, dengan total nilai sekitar 1.528.832 shekel, termasuk dolar AS, dinar Yordania, Euro, dan mata uang asing lainnya," kata kepolisian Israel dalam pernyataannya.
Selain menyita uang, kepolisian Israel juga menangkap 9 orang dan menyita barang bukti untuk diselidiki. Namun, kepolisian tidak merinci barang bukti apa saja yang disita.
"Sembilan tersangka yang dicari dan dituduh terlibat dalam kegiatan teror telah ditangkap dan dibawa, beserta barang bukti yang disita, untuk diselidiki," kata kepolisian Israel lagi.
Israel Sering Menggerebek
Penggerebekan Israel di Tepi Barat bukan hal baru. Namun sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, operasi semacam ini semakin intensif dilakukan di sana, termasuk ke Ramallah yang menjadi pusat Otoritas Palestina. Ramallah biasanya jarang jadi sasaran penggerebekan Israel.
Penggerebekan serupa sebelumnya juga dilakukan Israel pada awal tahun ini dan Desember 2023. Israel menargetkan tempat penukaran mata uang di Tepi Barat.
Israel menguasai Tepi Barat secara ilegal sejak 1967. Menurut catatan Otoritas Palestina, setidaknya 972 warga Palestina termasuk Palestina dan warga sipil tewas akibat tindakan kekerasan yang dilakukan pasukan atau pemukim Israel.
Dalam periode yang sama, Israel mencatat 36 warganya, baik warga sipil maupun aparat keamanan tewas dalam serangan atau operasi militer di Tepi Barat.