Long weekend yang seharusnya dinikmati warga Iran berubah menjadi hari-hari menegangkan. Ledakan dan serangan dar der dor bak bunyi petasan yang tak henti-hentinya, sementara drone-drone Israel terbang melintasi langit Teheran. #kumparanNEWS
***
Pukul tiga dini hari, Jumat 13 Juni 2025, suara ledakan membangunkan Purkon Hidayat. Ledakan itu menggetarkan kaca kamarnya. Purkon bergegas bangkit dari tempat tidur untuk mengecek sumber kekacauan. Ia menemukan gemuruh itu berasal dari luar rumah.
Purkon belum terjaga sepenuhnya, namun gelegar kedua disertai bau mesiu sudah menghantam lagi, hanya selang beberapa detik dari gemuruh pertama. Purkon seketika menyadari, pusat ledakan hanya berjarak beberapa meter dari tempat tinggalnya.
“Kaca saya bergetar kencang sekali, tapi enggak sampai pecah. Bau mesiu kecium sampai rumah,” cerita Purkon kepada kumparan, Kamis (26/6).
“Ledakannya tiga–empat kali. Setelah pertama yang dar, terus ada ledakan kedua,” lanjutnya.
Purkon kebingungan. Ia mencoba mengamankan anak dan istrinya, menjauhkan mereka dari potensi ledakan kaca dalam rumah. Pada saat yang sama, Purkon mencari informasi lewat pemberitaan. Dugaan Purkon benar, Teheran diserang.

Purkon meminta anak-istrinya pindah ke ruang tengah, menghindari kaca di kamar tidur yang sewaktu-waktu bisa pecah terdampak ledakan. Apalagi suara letusan di luar tak juga berhenti.
Jelang sebuh, suasana makin riuh. Tetangga Purkon berhamburan keluar rumah. Mereka menyaksikan dan mencoba mencerna apa yang sesungguhnya terjadi.
Purkon juga keluar rumah untuk memastikan kondisi lingkungan sekitar. Pandangannya kemudian mendarat di sebuah apartemen tujuh lantai yang terhantam ledakan. Lantai empat gedung itu terlihat hancur.
Pada saat yang sama, sirene ambulans dan pemadam kebakaran meraung di tengah kota. Suara yang mengirimkan pesan kegentingan.
“Ternyata satu apartemen, tidak jauh dari rumah kami, kelihatan, itu jadi sasaran,” kata Purkon.
Ia tak tahu jenis tembakan yang menggempur apartemen tersebut. Menurutnya, tembakan ke gedung tinggi itu bukan rudal, sebab yang hancur hanya di sekitar lantai empat. Bila rudal, maka pasti seluruh bangunan hancur, termasuk area sekitarnya—juga rumah Purkon.

Purkon bertanya ke sebuah grup percakapan daring yang berisi teman-temannya di Iran. Ia mencari tahu bala apa yang menimpa mereka. Namun tak ada jawaban meyakinkan kala itu. Temannya juga tak tahu pasti apa yang terjadi.
Purkon tetap bersikap tenang di tengah kekacauan. Ia lebih dulu mengamankan anak dan istrinya sambil selalu mencari informasi terbaru di pemberitaan.
Purkon adalah seorang warga negara Indonesia yang sudah 24 tahun menetap di Iran. Ia tinggal di sebuah kompleks perumahan dosen di Teheran utara. Jaraknya tidak jauh dari pusat ibu kota. Ia menganalogikan wilayah tinggalnya seperti Jaksel-nya Jakarta.
Di Iran, ia bekerja sebagai pengajar di salah satu perguruan tinggi di Teheran. Ia mengampu Program Pascasarjana Kajian Asia Tenggara.
Belakangan, dari hasil berselancar di internet, Purkon menyadari alasan permukiman di sekitarnya menjadi sasaran. Rupanya lokasi itu dihuni oleh para ilmuwan yang dituding Israel berkontribusi dalam pengembangan nuklir Iran.
Lewat pemberitaan, Purkon tahu Israel menyerang menggunakan micro drone. Sasaran tembaknya spesifik: pasukan militer dan ilmuwan. Salah satunya Mohammad Mehdi Tehranchi yang pernah menjabat rektor pada dua universitas di Iran. Ia terkenal sebagai ilmuwan nuklir. Ia tewas pada serangan itu.

Serangan Israel jelas menyasar permukiman dosen yang notabene warga sipil.
“[Target] paling dekat [dengan tempat tinggal] saya itu ilmuwan. Terus buka berita, ternyata ada jenderal-jenderal yang mati,” ujar Purkon.
Ada eskalasi serangan sejak Jumat pagi itu. Selang lima jam usai serangan pagi, beredar informasi di lingkup sosial Purkon bahwa Iran diminta menyerah kepada Amerika Serikat.
Berdasarkan info yang diperoleh Purkon saat itu, AS seolah di atas angin karena Israel, sekutunya, berhasil membombardir pertahanan militer Iran, termasuk mematahkan teknologi antirudal Iran.
Serangan Israel memuncak pada Sabtu malam (14/6). Purkon mulai panik. Ia mendengar suara tembakan dari berbagai penjuru, disertai kabar gugurnya tokoh-tokoh militer. Informasi mencekam datang bertubi-tubi.
“Jadi di langit Iran itu kan banyak drone. Tiap jam kami lihat itu, tiba-tiba ada informasi jenderal ini mati, jenderal itu mati. Pas Sabtu malam itu, masyarakat sudah agak panik—‘Ya mau gimana? Di sana-sini dar der dor,’” kata Purkon menggambarkan malam mencekam di Teheran.

Untungnya, lanjut Purkon, pemerintah Iran mampu menguasai situasi hari itu juga. Jenderal-jenderal yang gugur diganti. Sinyal antirudal mereka yang sempat diretas pun kembali aktif. Alhasil serangan udara Israel dapat dihalau kembali.
Saling serang di udara tak terelakkan. Iran bertahan dan menyerang balik. Mereka menembaki roket Israel. Tembak-menembak di langit Teheran itu juga dilihat Purkon.
“Langit Teheran kayak [dipenuhi] kembang api. Jger, jger, jger malam itu,” ujar Purkon menirukan suara tembakan yang ia saksikan.
Tembakan tidak hanya sekali. Jarak antara lokasi yang diserang dengan kediaman Purkon pun tak jauh.
“Dekat, kayak di atas kita ini main petasan,” kata Purkon.
Selang beberapa waktu, Purkon mendengar pemberitaan dari pemerintah Iran bahwa mereka berhasil menembak jatuh dua jet tempur Israel. Purkon menggumam heran melihat Iran bisa cepat pulih, bahkan mengubah situasi.
Perang udara terus berlanjut. Menurut Purkon, “Besoknya, kejadiannya sama. Ada serangan, serangan, serangan; banyak pengumuman tokoh ini meninggal, tokoh itu meninggal.”
Long weekend yang seharusnya menjadi masa tenang bagi warga Teheran pun berubah menjadi hari-hari menegangkan.

Akhir pekan itu sebetulnya memang long weekend di Iran, sebab mereka libur dari Kamis sampai Minggu. Tidak seperti di negara-negara lain, tiap pekannya, hari libur di Iran ialah Jumat, sedangkan hari kerja dari Sabtu sampai Kamis (setengah hari).
Pekan saat serangan Israel terjadi, selain Kamis dan Jumat yang memang hari libur normal bagi kebanyakan warga Teheran, Sabtu dan Minggu-nya juga merupakan libur nasional Iran karena bertepatan dengan Hari Raya Ghadir yang diperingati muslim Syiah.
Selama long weekend ini, warga Teheran biasa bepergian keluar kota, seperti warga Jakarta di Indonesia yang kerap berbondong-bondong ke daerah-daerah sekitarnya untuk berlibur.
“[Saat serangan Israel], sebagian orang di luar kota, liburan. Jadi kosong sebagian rumah di sana,” cerita Purkon.
Sementara mereka yang menghabiskan long weekend di dalam kota sontak kaget dengan serangan Israel.
Gempuran Israel ke Teheran pada 13 Juni itu menghancurkan kawasan permukiman. Media Iran melaporkan, serangan dini hari itu menewaskan 78 orang dan melukai 329 orang. Enam di antara yang gugur adalah ilmuwan nuklir, sedangkan 20 lainnya merupakan komandan militer senior.

Usai long weekend, serangan tak berhenti. Senin (16/6), sekitar jam 6 sore waktu setempat, kantor berita Iran, Islamic Republic of Iran Bro...