GUNUNG Lewotobi Laki-Laki yang berada di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mengalami penurunan status. Terhitung sejak 10 Agustus 2025, pukul 15.00 Wita, status gunung tersebut diturunkan dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Siaga).
Penurunan status ini berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh dari pemantauan visual dan instrumental yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Kepala Badan Geologi PVMBG Muhammad Wafid dalam keterangan resminya kepada Media Indonesia, Minggu (10/8) merinci data kegempaan yang terjadi pada 1-10 Agustus 2025.
Wafid mengungkapkan terjadi enam kali Gempa Letusan, 21 Gempa Guguran, 68 kali Gempa Hembusan, sembilan kali Tremor Harmonik, 212 tremor Non Harmonik, 91 kali Gempa Low Frequency, 245 kali Gempa Vulkanis Dalam.
"Terjadi 31 kali Gempa Tektonik Lokal, 43 kali Gempa Tektonik Jauh, dan satu kali Tremor Menerus dengan amplitudo dominan 4.4 mm," ujar Wafid.
Data kegempaan tersebut, kata dia, mengindikasikan trend penurunan aktivitas vulkanis menuju kestabilan jangka pendek, dengan dominasi gempa dangkal dan gempa permukaan.
"Penurunan signifikan pada gempa hembusan menunjukkan berkurangnya tekanan dari dalam, sementara itu lubang diatrema tidak ada sumbatan sehingga menghasilkan asap tipis hingga tebal dengan tekanan lemah hingga sedang," ungkap Wafid.
"Gempa letusan mengalami penurunan cukup signifikan, sedangkan Tremor Harmonik, Tremor Non-Harmonik, dan gempa Low Frequency masih mendominasi namun trennya menurun," ujarnya.
Wafid menerangkan, dalam pengamatan tersebut tidak terekam gempa vulkanis dangkal. Hal ini menandakan tidak ada sumbatan di kedalaman dangkal sehingga sistem berada dalam fase open system yang memungkinkan pergerakan magma dan gas tanpa hambatan berarti.
Jumlah gempa vulkanis dalam juga menurun, mengindikasikan suplai magma baru dari kedalaman berkurang.
"Kami juga mencatat sejak awal bulan terjadi letusan dengan tinggi 800-18000 meter dari puncak, kolom erupsi letusan berwarna kelabu. Guguran teramati dengan jarak luncur 700 meter dari puncak, dan arah luncuran ke arah barat laut," kata Wafid.
Dari pemantauan deformasi menggunakan Tiltmeter pasca erupsi 1 Agustus, menunjukkan pergerakan yang mulai stabil.
"Sumbu X yang sebelumnya mengalami penurunan tajam sejak pertengahan Mei kini melandai dan stagnan, sedangkan sumbu Y yang sempat naik hingga akhir Juli bergerak datar dengan sedikit fluktuasi. Pola ini mengindikasikan fase relatif stabil atau jeda aktivitas jangka pendek, meski masih ada indikasi suplai magma baru dengan laju lambat."
Wafid menyebut, data GNSS pada periode yang sama juga memperlihatkan perlambatan pengangkatan (uplift) hingga cenderung stagnan, menandakan sebagian material sudah keluar dan tubuh gunung mengalami deflasi. Meski demikian, suplai magma dari kedalaman masih terjadi, pergerakannya menuju zona dangkal berkurang dan belum ada suplai besar yang signifikan.
Dikatakan, hingga 9 Agustus, tidak terdeteksi tanda inflasi cepat, sehingga sistem berada pada fase pelepasan tekanan dengan potensi erupsi skala kecil hingga sedang atau freatik.
"Dengan pengamatan ini maka tingkat aktivitas gunung Lewotobi Laki-laki diturunkan dari Level IV (Awas) menjadi Level III (Siaga)," kata Wafid.
PVMBG memberikan rekomendasi bagi masyarakat dan wisatawan untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 6 km dari pusat erupsi, serta tetap tenang dan mengikuti arahan dari pemerintah daerah.
"Masyarakat juga diminta untuk tidak memercayai informasi yang tidak jelas sumbernya. Selain itu, masyarakat di sekitar wilayah rawan bencana agar mewaspadai potensi banjir lahar apabila terjadi hujan lebat, terutama pada daerah aliran sungai yang berhulu di puncak seperti di Nawokote, Dulipali, Nobo, Hokeng Jaya, hingga Nurabelen," ujar Wafid. (E-4)